Senin, 28 April 2014

bab 6 & 7 Hukum Dagang (KUHD)



HUKUM DAGANG (KUHD)

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Zaman semakin moderen, kebutuhan manusia makin terus bertambah dan tidak ada puasnya. Banyak produsen yang menguras pikiran-pikiran yang kreatif untuk meningkatkan kualitas produknya, agar mampu bersaing dalam merebut pasar karena tingginya persaingan produsen terkadang menyebabkan salah satu produsen melakukan persaingan tidak sehat. Di dalam persaingan tersebut terkadang produsen melakukan  pelanggran-pelanggaran di dalam hukum perdagangan yang bertujuan agar saingan produsenya mengalami kurangnya penghasilan yang berdampak pada kerugian (bangkrut) yang berskala besar.
Dari permasalahan yang sering terjadi maka di buatlah suatu peraturan perdagangan yang disebut  HUKUM DAGANG. Hukum dagang ini di manfatkan agar dapat mengatur berjalannya suatu perdagangan dan mencegah, dan memberikan sanksi kepada produsen/perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran.
Sebelum kita melangkah lebih jauh dan mendalam, kita dituntut untuk mengerti dan memahami Hukum Dagang. Dan penerarapannya dalam kehidupan sehari-hari. Langkah pertama kita dalam membicarakan Hukum Dagang dalam negara diawali dengan mengemukakan definisi dagang itu sendiri. Dengan terlebih dahulu mengemukakan definisinya yang sudah disepakati oleh pakar-pakar ilmu hukum dagang sendiri, kita akan mengetahui berbagai faktor dalam proses kemunculannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan. 
B.     HUBUNGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA
Prof. Subekti S.H. berpendapat bahwa terdapatnya KUHD di samping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidak lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum ada peratuan – peraturan seperti yang sekarang termuat dala KUHD,  sebab perdagangan Negara baru mulai berkembang pada abad pertengahan.
Di Nederland sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua Kitab Undang – Undang itu (bertujuan memepersatukan Hukum Dagang dan Perdata dalam satu  Kitab Undang – Undang saja). Pada Negara lainnya, misalnya Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah terdapat suatu Kitab Undang – Undang Dagang yang terpisah dari KUHS. Dahulu memang peraturan – peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan hanya berlaku bagi orang – orang “pedagang” saja, misalnya:
·         Hanyalah orang pedagang yang diperbolehkan membuat surat weswl dan sebagainya.
·         Hanyalah orang pedagang yang dapat dinyatakan pailit, akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga bagi orang yang bukan pedagang sebagaimana juga KUHS berlaku bagi setiap orang termasuk juga pedagang. Malahan dapatlah dikatakan, bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang ialah KUHS. Hal ini memang dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbunyi :
·         “KUHS dapat juga berlaku dalam hal – hal yang diatur dalam KUHD sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS”.
C.    BERLAKUNYA HUKUM DAGANG
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun 1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale handelsrechtbanken)(H.M.N.Purwosutjipto, 1987 : 9).
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).
D.    HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA
Dalam menjalankan suatu perusahaan pasti akan dibutuhkannya tenaga bantuan atau biasa disebut dengan pembantu-pembantu. Pembantu-pembantu disini memiliki dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.
·         Pembantu di dalam perusahaan
 Memiliki hubungan yang bersifat sub-ordinal, yaitu hubungan atas dan hubungan bawah sehingga berlaku hubungan perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
·         Pembantu di luar perusahaan
 Memiliki hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaris, agen perusahaan, makelar dan komisioner.
Maka dapat disimpulkan hubungan hukum yang terjadi dapat bersifat:
·         Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUH Perdata
         Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata
         Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

E.     PENGUSAHA DAN KEWAJIBANNYA
Dalam menjalankan usahanya tentu saja pengusaha memiliki kewajiban, disamping itu juga memiliki hak. Berikut merupakan Hak dan Kewajiban yang dimiliki oleh seorang pengusaha.
Hak Pengusaha
·         Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
·         Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi
·         Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja
·         Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha
Kewajiban Pengusaha
·         Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
·         Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
·         Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
·         Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
·         Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
·         Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek
F.     BENTUK BENTUK BADAN USAHA
Ada banyak bentuk bentuk badan usaha. Berikut merupakan beberapa bentuk badan usaha:
a.       Perseroan Terbatas (PT) 
badan usaha yang dibentuk oleh dua orang atau lebih dengan sistem dan modal yang sudah ditentukan oleh undang undang yang berlaku.
b.      Koperasi 
badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
c.       Yayasan 
badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam mencapai tujuan tertentu pada bidang sosial, keagamaan, kesehatan, kemanusiaan dan lain-lain.
d.      Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 
suatu unit usaha yang sebagian besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.
G.    PERSEROAN TERBATAS
Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschhap (NV), adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.
H.    KOPERASI
Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Indonesia, pengertian dari koperasi adalah Badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi bergerak berlandaskan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Prinsip-Prinsip Koperasi :
1.      Pembagian SHU dilakukan secara adil dan sebanding berdasar jasa usaha masing-masing anggota.
2.      Kemandirian
3.      Pembagian balas jasa yang terbatas pada modal
4.      Keanggotan bersifat terbuka dan sukarela
5.      Pengelolaan dilakukan secara demokratis
Landasan Koperasi :
1.      Landasan idiil : Pancasila.
2.      Landasan struktural : UUD 1945.
3.      Landasan operasional: UU No. 25 Tahun 1992 dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
4.      Landasan mental : kesadaran pribadi dan kesetiakawanan

I.       YAYASAN
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.
Syarat Pendirian Yayasan :
1.      Yayasan terdiri atas Pembina, pengurus dan pengawas
2.     Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendiriannya sebagai kekayaan awal
3.      Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia
4.      Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat
5.   Yayasan didirikan oleh orang asing atau bersama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendiriannya diatur dengan peraturan pemerintah.
6. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan mendapat lembaran pengesahan dari menteri
7.  Yayasan tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain dan bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan.
J.      BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)
Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha yang sebagian besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.
Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :
·         Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
·         Mengejar keuntungan.
·         Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
·         Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan olehsektor swasta dan koperasi.
·         Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hukum dagang terdapat peraturan-peraturan yang mengatur jalannya suatu aktivitas dagang yang tertulis dalam KUHD dan pelaku-pelaku dalam usaha dagang masing- masing memiliki hak dan kewajiban yang dimana harus dilaksanakan demi kelancaran dalam berdagang. Peraturan dalam berdagang diterapkan guna untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran yang terkadang terjadi dalam persaingan produsen dalam meningkatkan kualitas barang dan merebut pasar.

Daftar Pustaka
·         Kartika Sari, Elsi., Simangunsong, Advendi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi.
·         Siti Soetami, SH., Pengantar Tatat Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2001.
·         Kansil, SH., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.
·         Krass, Peter (ed), The Book of Business Wisdom, John Wiley & Sons, New York, 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar