Sabtu, 11 Mei 2013

Tugas 3 - Suku bunga perbankan dengan pemberian kredit khususnya usaha kecil dan menengah


Pengaruh Suku Bunga Perbankan Terhadap UKM
A.   Abstract
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu usaha yang sudah teruji daya tahannya pada krisis multidimensional di Indonesia. Untuk itu, UKM perlu dikembangkan dengan tujuan tidak hanya meningkatkan pendapatan pengusaha tetapi juga mengatasi pengangguran. Dalam pengembangannya, banyak hambatan yang harus ditangani dengan serius agar UKM dapat maju dan berkembang dari segi kualitas, kuantitas, manajemen, bahkan sumber daya manusianya. Kurangnya informasi dan minimnya teknologi telah membatasi akses UKM dengan dunia luar, sehingga pengusaha UKM tidak dapat menggunakan fasilitas perbankan. Untuk itu perlu diberdayakan suatu cara pengenalan fasilitas-fasilitas perbankan seperti fasilitas kredit.  
Dalam perspektif ilmu ekonomi, suku bunga adalah harga uang, dan secara langsung mempengaruhi investasi (langsung dan portofolio), tabungan, kredit dan risiko, serta aliran modal. Semakin tinggi suku bunga semakin rendah investasi, dan sebaliknya. Dalam dimensi ekonomi makro, pengelolaan suku bunga merupakan tugas utama dari Bank Sentral Indonesia dengan menggunakan kebijakan moneter dan juga instrumen untuk pengendalian inflasi dan nilai tukar. Porsi kredit perbankan untuk UMKM masih sangat rendah dibandingkan perusahaan skala besar yang menunjukkan aksessibilitas UMKM terhadap perbankan masih rendah. Tingkat suku bunga perbankan Indonesia selama ini masih sangat tinggi sementara lembaga perbankan berstatus bank komersial yang mengikuti pergerakan pasar. Kebijakan moneter belum mampu mempengaruhi pasar uang agar tingkat suku bunga komersil rendah. Oleh karena itu, suku bunga merupakan faktor penghambat akses UMKM terhadap perbankan dan sistem perbankan sekarang kurang tepat sebagai sumber pembiayaan UMKM. Agar aksesibilitas UMKM semakin tinggi terhadap lembaga perbankan maka sebaiknya perlu ada lembaga perbankan khusus untuk pembiayaan UMKM.
B.   Pendahuluan
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 yang dengan cepat berubah menjadi krisis ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan krisis multidimensional menyebabkan perekonomian Indonesia ambruk. Hal ini terjadi karena kurang tepatnya kebijakan ekonomi pemerintah yang memberikan dukungan finansial dan fasilitas secara berlebihan kepada pengusaha besar agar dapat menggerakkan perekonomian Indonesia dengan asumsi bahwa dari pengusaha besar tersebut akan mengalir kepada pengusaha kecil (trickle down effect). Tetapi akibat dukungan yang berlebihan ini, pengusaha besar menjadi rapuh dan tidak dapat bertahan sewaktu terjadi goncangan ekonomi dan menyebabkan perusahaan besar tersebut mengurangi produksi ataupun tenaga kerjanya bahkan ada yang sampai gulung tikar.
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai pihak perantara antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana yang sering disebut fungsi intermediasi bank. Dana yang dihimpun bank tersebut dari pihak yang kelebihan dana disalurkan ke masyarakat berupa kredit yang merupakan kegiatan utama bank. Sumber pembiayaan UMKM berasal dari berbagai lembaga, yakni perbankan dan non perbankan, seperti pasar saham, pemerintah, modal ventura,dan pelepas uang. Perbankan merupakan lembaga yang mempunyai posisi strategis dalam pembiayaan dunia usaha karena bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi, disamping sebagai lembaga pembiayaan juga penarik uang masyarakat. Perbankan dalam operasionalnya diawasi langsung oleh Bank Indonesia karena menyangkut pada sistem moneter. Kebijakan moneter yang bertujuan mempengaruhi suku bunga, secara langsung, berkaitan dengan perbankan.
Dari kegiatan ini, bank memperoleh pendapatan bunga yang disebut spread yang merupakan selisih dari bunga simpanan yang diberikan kepada penabung dengan bunga kredit yang dibayar oleh debitur. Sebelum krisis ekonomi 1997, bank lebih suka memberikan kredit kepada perusahaan besar terutama perusahaan afiliasinya sendiri sehingga pada saat perekonomian bergejolak, perusahaan tersebut tidak mampu bertahan yang menyebabkab kredit macet pada bank dan bank tersebut kekurangan likuiditassehingga menyebabkan likuidasi.
Sejarah perbankan Indonesia terlihat dari perjalanan sistem politik dan ekonomi Indonesia. Ketika era pemerintahan Orde Baru (Orba), otoritas moneter dibawah kendali langsung presiden, sehingga kebijakan moneter dapat menjadi instrumen presiden untuk kepentingan pembiayaan dunia usaha sesuai dengan keinginannnya. Sampai akhir tahun 1970-an, sistem moneter Indonesia adalah fully under-controlled dengan rezim fixed interest rate. Pembiayaan dunia usaha, usaha skala besar (milik pemerintah dan swasta) dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan mudah dapat diterapkan melalui perbankan dengan berbagai fasilitas moneter. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Kredit UMKM, seperti Bimas dan KUT, berjalan dengan suku bunga yang rendah adalah bentuk implementasi kebijakan moneter pemerintah pada waktu itu yang pada umumnya disambut baik oleh berbagai kalangan.
Di tengah krisis ekonomi 1997, usaha kecil dan menengah (UKM) mampu bertahan dan justru semakin bertambah sehingga tidak dapat dipungkiri UKM telah menjadi tiang penyangga perekonomian karena UKM ini membuka lapangan pekerjaan dan mengatasi kemiskinan di saat banyak usaha besar berguguran. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UKM yang meningkat pesat dari 7000 pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001 dan kemampuannya menyerap tenaga kerja juga meningkat dari 12 juta pada tahun 1980, 45 juta pada tahun 1990, 71 juta pada tahun 1993, dan 74,5 juta pada tahun 2001. Kenyataan ini menunjukkan jika potensi UKM dikembangkan dengan mengucurkan dana lebih besar tentu sektor bisnis ini dapat menjadi katup pengaman krisis sosial karena dapat mengatasi pengangguran walaupun sebenarnya permasalahannya tidak selalu menyangkut masalah kekurangan modal, tetapi modal merupakan salah satu faktor utama penghambat pengembangan usahanya. Karena jumlahnya banyak dan nilai kreditnya kecil, bank-bank nasional merasa kerepotan mengurus UKM. Hal ini disebabkan karena bank membutuhkan sistem administrasi yang rumit jika mengurus UKM sedangkan jika perusahaannya besar, nilai kreditnya besar sehingga jumlah perusahaan yang akan diberikan kredit sedikit maka sistem administrasinya tidak rumit. Lagipula, kondisi UKM itu sendiri yang belum layak secara teknis perbankan (bankable) misalnya saja ada pengusaha yang belum memiliki pembukuan yang layak sesuai penilaian kriteria perbankan juga membuat sulitnya UKM untuk memperoleh kredit dari bank. Dalam kondisi demikianlah sesungguhnya dibutuhkan bantuan dari semua pihak terutama perbankan untuk memberikan bimbingan dan pengarahan bagi UKM yang memiliki keterbatasan sehingga UKM dapat maju dan berkembang.
Bagaimana perkembangan suku bunga selama ini, terutama sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, sangat menarik untuk diketahui. Independensi Bank Sentral Indonesia menjadikan lembaga itu sebagai satu-satunya pengendali pasar uang. Dengan mengutip Prof. Romer dari University of Barkeley AS, Situmorang menyatakan bahwa otoritas moneter yang sangat kuat mampu membentuk keseimbangan pasar produk dan pasar uang tanpa kurva LM dengan memperkenalkan kurva Monetary Policy (MP), yang dikenal dengan keseimbangan IS-MP. Tingkat suku bunga yang rendah, dengan ukuran satu digit (di bawah 10%) menjadi target dalam pengelolaan ekonomi makro. Karena kebijakan yang konstruktif yang berhasil mengendalikan pergolakan ekonomi akan menyebabkan sektor riil terganggu. Hal ini tentunya tidak mendukung dunia usaha. Dewasa ini, aksessibilitas dunia usaha terhadap perbankan dalam rangka pembiayaan sangat tergantung pada mekanisme pasar yang sangat kompetitif. Suku bunga masih menjadi penghambat utama UMKM dalam mengakses dana perbankan karena tingkatnya masih sangat tinggi.
C.   Landasan Teori

Ø  Pengertian Usaha Kecil Dan Menengah (UKM)
Dalam perekonomian Indonesia, sektor usaha kecil dan menengah memegang peranan penting, terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh usaha kecil dan menengah tersebut. Selain memiliki arti strategis bagi pembangunan, usaha kecil menengah juga berfungsi sebagai sarana untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Adapun yang menjadi bagian dari usaha kecil dan menengah adalah: sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor perdagangan, sektor perdagangan, sektor pertambangan, pengolahan, sektor jasa, dan lainnya.
Ada beberapa pengertian usaha kecil menengah dari berbagai pendapat (Tulus Tambunan,1999), antara lain:
  1. Pengertian usaha kecil berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.26/I/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah usaha yang memiliki total asset Rp60 juta (enam ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah atau rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil ini meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp600 juta. 
  2. Menurut Departemen Perindustrian dan perdagangan, pengusaha kecil dan menengah adalah kelompok industri modern, industri tradisional, dan industri kerajinan, yang mempunyai investasi, modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp 70 juta ke bawah dengan resiko investasi modal/tenaga kerja Rp 625.000 ke bawah dan usahanya dimiliki warga Negara Indonesia. 
  3. Menurut Badan Pusat Statistik, usaha menengah dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu: (i) Usaha Rumag tangga mempunyai: 1-5 tenaga kerja, (ii) Usaha kecil menengah: 6-19 tenaga kerja, (iii) Usaha menengah: 20-29 tenaga kerja, (iv) Usaha besar: lebih dari 100 tenaga kerja.
  4.  Sedangkan dalam konsep Inpres UKM, yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria: (i) Asset Rp 50 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (ii) Omset Rp 250 milyar
Ø  Kriteria usaha kecil
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:
1.    Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2.    Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah)
3.    Milik Warga Negara Indonesia
4.    Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
5.    Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Ø  Kelebihan UKM
Dengan ukurannya yang kecil – dan tentunya fleksibilitas yang tinggi, usaha kecil menengah memiliki berbagai kelebihan, terutama dalam segi pembentukan dan operasional. UKM memiliki kontribusi besar bagi bergulirnya roda ekonomi suatu negeri, bukan hanya karena ia adalah benih yang memampukan tumbuhnya bisnis besar, melainkan juga karena ia menyediakan layanan tertentu bagi masyarakat yang bagi bisnis besar dinilai kurang efisien secara biaya.
1. Fleksibilitas Operasional
Usaha kecil menengah biasanya dikelola oleh tim kecil yang masing-masing anggotanya memiliki wewenang untuk menentukan keputusan. Hal ini membuat UKM lebih fleksibel dalam operasional kesehariannya. Kecepatan reaksi bisnis ini terhadap segala perubahan (misalnya: pergeseran selera konsumen, trend produk, dll.) cukup tinggi, sehingga bisnis skala kecil ini lebih kompetitif.
2. Kecepatan Inovasi
Dengan tidak adanya hirarki pengorganisasian dan kontrol dalam UKM, produk-produk dan ide-ide baru dapat dirancang, digarap, dan diluncurkan dengan segera. Meski ide cemerlang itu berasal dari pemikiran karyawan – bukan pemilik – kedekatan diantara mereka membuat gagasan tersebut cenderung lebih mudah didengar, diterima, dan dieksekusi.
3. Struktur Biaya Rendah
Kebanyakan usaha kecil menengah tidak punya ruang kerja khusus di kompleks-kompleks perkantoran. Sebagian dijalankan di rumah dengan anggota keluarga sendiri sebagai pekerjanya. Hal ini mengurangi biaya ekstra (overhead) dalam operasinya. Lebih jauh lagi, usaha menengah kecil juga menerima sokongan dari pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan bank dalam bentuk kemudahan pajak, donasi, maupun hibah. Faktor ini berpengaruh besar bagi pembiayaan dalam pembentukan dan operasional mereka.
Ø  Kemampuan Fokus di Sektor yang Spesifik
UKM tidak wajib untuk memperoleh kuantitas penjualan dalam jumlah besar untuk mencapai titik balik (break even point – BEP) modal mereka. Faktor ini memampukan usaha kecil menengah untuk fokus di sektor produk atau pasar yang spesifik. Contohnya: bisnis kerajinan rumahan bisa fokus menggarap satu jenis dan model kerajinan tertentu dan cukup melayani permintaan konsumen tertentu untuk bisa mencapai laba. Berbeda dengan industri kerajinan skala besar yang diharuskan membayar biaya sewa gedung dan gaji sejumlah besar karyawan sehingga harus selalu mampu menjual sekian kontainer kerajinan untuk menutup biaya operasional bulanannya saja. 
Ø  Kelemahan UKM
Ukuran usaha kecil menengah selain memiliki kelebihan juga mengandung kekurangan yang membuat pengelolanya mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha kecil menengah antara lain:
1. Sempitnya Waktu untuk Melengkapi Kebutuhan
     Sebab sedikitnya jumlah pengambil keputusan dalam usaha kecil menengah, mereka kerap terpaksa harus pontang-panting berusaha memenuhi kebutuhan pokok bisnisnya, yakni: produksi, sales, dan marketing. Hal ini bisa mengakibatkan tekanan jadwal yang besar, membuat mereka tidak bisa fokus menyelesaikan permasalahan satu persatu.
    Tekanan semacam ini bisa muncul tiba-tiba ketika bisnis mereka memperoleh order dalam jumlah yang besar, atau beberapa order yang masuk dalam waktu hampir bersamaan. Lebih dahsyat lagi jika suatu ketika ada lembaga bisnis besar yang merasa terancam dan mulai melancarkan serangan yang tidak fair demi menyingkirkan pesaing potensialnya.
2. Kontrol Ketat atas Anggaran dan Pembiayaan
    Usaha skala kecil umumnya memiliki anggaran yang kecil. Akibatnya, ia kerap kali dipaksakan membagi-bagi dana untuk membiayai berbagai kebutuhan seefisien mungkin. Ketidakmampuan untuk mengumpulkan modal yang lebih besar juga memaksa usaha kecil menengah menjalankan kebijakan penghematan yang ketat, terutama untuk mencegah kekurangan pembiayaan operasional sekecil apapun. Kekurangan pembiayaan operasional yang tidak dicegah bisa mengakibatkan kebangkrutan, sebab kapasitas UKM untuk membayar hutang biasanya hampir tidak ada.
3. Kurangnya Tenaga Ahli
     Usaha kecil menengah biasanya tidak mampu membayar jasa tenaga ahli untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Hal ini merupakan kelemahan usaha kecil menengah yang sangat serius. Apalagi jika dibandingkan dengan lembaga bisnis besar yang mampu mempekerjakan banyak tenaga ahli. Kualitas produk barang atau jasa yang bisa dihasilkan tanpa tenaga ahli sangat mungkin berada di bawah standar tertentu. Akibatnya, kemampuan persaingan bisnis skala kecil ini di pasar yang luas bisa sangat kecil.
4. Implikasi Otonomi Daerah

Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.

5.  Implikasi Perdagangan Bebas

Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.

6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.

Upaya – upaya yang dapat  ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan UKM di Indonesia :
1.    Menciptakan iklim yang usaha yang kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2.    Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3.    Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4.    Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5.    Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6.    Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
7.    Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut.

D.   Pembahasan

Peranan UKM di Indonesia

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. 1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 2. Departemen Koperasi dan UKM, namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada 3 pengusaha besar hampir disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM dapat tercapai dimasa mendatang. Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan.
Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian. Pada tahun 1996 data Biro Pusat Statistik menunjukkan jumlah UKM = 38,9 juta, dimana sektor pertanian berjumlah 22,5 juta (57,9%), sektor industri pengolahan = 2,7 juga (6,9 %), sektor perdagangan, rumah makan dan hotel = 9,5 juta (24%) dan sisanya bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional (BPS, 1998). Nilai ini jauh tertinggal bila dibandingkan ekspor usaha kecil negara-negara lain, seperti Taiwan (65 %), Cina 50 %), Vietnam (20 %), Hongkong (17 %), dan Singapura (17 %). Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti antara lain: perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan.

Posisi Industri Kecil di Indonesia

Usaha skala kecil di Indonesia adalah merupakan subyek diskusi dan menjadi perhatian pemerintah karena perusahaan kecil tersebut menyebar dimana-mana, dan dapat memberi kesempatan kerja yang potensial. Para ahli ekonomi sudah lama menyadari bahwa sektor industri kecil sebagai salah satu karakteristik keberhasilan dan pertumbuhan ekonomi. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angakatan kerja agi urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam perekonomian secara keseluruhan.

  Tabel 2.1 Jumlah Unit Industri Menengah/Besar dan Industri Kecil, 1991-1997
Tahun
Industri Skala
Menengah/Besar
Industri Skala Kecil
Jumlah
Persen
(%)
1991
16,494
0.66
2,473,765
99.34
2,490,256
100
1992
17,648
0.71
2,474,235
99.29
2,491,883
100
1993
18,219
0.73
2,478,549
99.27
2,496,768
100
1994
19,017
0.74
2,503,529
99.26
2,522,305
100
1995
21,551
0.80
2,641,339
99.20
2,662,662
100
1996
22,997
0.87
2,679,130
99.13
2,702,595
100
1997
23,386
0.71
3,543,397
99.30
3,566,783
100








Tabel 2.1 menunjukkan 99.3 % dari jumlah unit industri merupakan industri kecil. Begitu pula Tabel 2.2 memperlihatkan jumlah pekerja yang diserap industri kecil lebih besar (± 67 %) dibandingkan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri skala besar-menengah (± 23%). Oleh karena itu sudah sepantasnya pemerintah memberikan perhatian khusus dalam pembangunan ekonomi. Namun demikian, usaha pengembangan yang telah dilakukan masih belum memuaskan, karena dirasakan keberadaan industri kecil selalu tertinggal dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh industri besar.
Sesuai dengan Tabel 2.3 yang memperlihatkan nilai produksi yang dihasilkan industri skala besar-menengah jauh lebih besar (89,56%) dibandingkan nilai produksi industri kecil hanya 10,44 %. Industri menengah-besar mengalami kenaikan persentase nilai produksi setiap tahun dari total nilai produksi nasional.
            Tabel 2.2 Tenaga Kerja Industri Menengah/Besar dan Industri Kecil di Indonesia
Year
Industri Skala Menengah-Besar
Pekerja Bagian Pertum-
(orang) (%) buhan(%)
Industri Skala Kecil
Pekerja Bagian Pertum-
(orang) (%) buhan (%)
Jumlah Pekerja
Pekerja Bagian
(orang) (%)
1993
1994
1995
1996
1997
3,574,829
3,813.670
4,174,142
4,214,967
4,170,093
32.4
33.2
34.2
33.8
33.3
7.93
6.68
9.45
0.98
-1.06
7,464,011
7,674,687
8.016,397
8,255,747
8,371,327
67.6
66.8
65.8
66.2
66.7
6.10
2.80
4.45
2.98
1.40
11,038,820
11,458357
12,190.539
12,470,714
12,541,420
100
100
100
100
100












UKM pada Masa Krisis (Akhir 1997 – sampai saat ini)

Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tengah tahun 1997 sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Krisis ini juga telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat secara drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan juga ikut terpuruk ikut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UKM sebagian besar tetap bertahan, bahkan cendrung bertambah. Mengapa demikian ?
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :

1.    Sebagian besar UKM memperoduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan.

2.    Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.

3.    UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. Hal ini memungkinkan UKM mudah untuk indah dari usaha yang satu ke usaha lain, hambatan keluar-masuk tidak ada.

4.    Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar, proteksi industri hulu   dihilangkan,UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi meningkat. Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka pengaruhnya tidak terlalu besar.

5.    Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para penganggur tersebut memasuki sektor informal, melakukan kegiatan usaha yang umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat.

Pada masa krisis ekonomi yang berkepanjangan, UKM dapat bertahan dan mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan demikian UKM dapat dijadikan andalan untuk masa yang akan datang dan harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan UKM harus dihilangkan. Konstitusi kebijakan ekonomi Pemerintah harus menempatkan UKM sebagai prioritas utama dalam pemulihan ekonomi, untuk membuka kesempatan kerja dan mengurangi jumlah pengangguran.

Pembinaan UKM

Bagian dari tulisan ini akan dimulai dengan mengajukan sebuah pertanyaan menarik yakni : bagaimana caranya melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap UKM dalam konteks pasar bebas dan terbuka? jika diteliti lebih rinci ternyata UKM itu tidak homogin. Pandangan umum bahwa UKM itu memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship (kewiraswastaan) adalah kurang tepat. Ada sub kelompok UKM yang memiliki sifat entrepreneurship tetapi ada pula yang tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan kriteria entrepreneurship maka kita dapat membagi UKM dalam empat bagian, yakni :

1.    Livelihood Activities : UKM yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal. Di Indonesia jumlah UKM kategori ini adalah yang terbesar.

2.    Micro enterprise : UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan tidak bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan). Jumlah UKM ini di Indonesia juga relatif besar.

3.    Small Dynamic Enterprises : UKM ini yang sering memiliki jiwa entrepreneurship. Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang tadinya berasal dari kategori ini. Kalau dibina dengan baik maka sebagian dari UKM kategori ini akan masuk ke kategori empat. Jumlah kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah UKM yang masuk kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah bisa menerima pekerjaan sub-kontrak dan ekspor.

4.    Fast Moving Enterprises : ini adalah UKM tulen yang memilki jiwa entrepreneurship yang sejati. Dari kelompok ini kemudian akan muncul usaha skala menengah dan besar. Kelompok ini jumlahnya juga lebih sedikit dari UKM kategori satu dan dua.

6.    Kesimpulan

Prospek bisnis UKM di Indonesia masih menghadapi ujian berat, walaupun dari sisi potensi jumlah dan kemampuan menyerap tenaga kerja, UKM memiliki keunggulan mutlak. Ujian berat yang dihadapi UKM masih berkutat dalam hal peningkatan kemampuan internalnya sendiri, maupun juga permasalahan eksternal lainnya. Kondisi UKM yang belum baik ini, jika tidak diperbaiki segera akan menjadi bertambah terpuruk dengan adanya perdagangan be bas dan otonomi daerah. Oleh karena itu, untuk mengatasi kemelut yang dihadapi UKM, maka tidak lain kebijakan yang mendorong langsung perkembangan UKM pada masa kini dan di masa datang sangat diperlukan. Kebijakan langsung dimaksud bukan hanya dalam hal penyediaan faktor-faktor produksi dan lingkungan bisnis yang sangat diperlukan UKM, melainkan juga (bila diperlukan) kebijakan proteksi terhadap UKM tertentu. Kebijakan proteksi ini jangan ditafsirkan bahwa kita harus segera menghentikan komitmen kita terhadap semangat liberalisasi dan globalisasi yang telah kita setujui, namun lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk menseleksi kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih harus dilindungi, terutama UKM yang baru tumbuh (infant industries) maupun UKM yang mempunyai keterkaitan dengan rakyat kebanyakan. Ini karena bila tidak dilindungi, maka UKM dalam kelompok ini akan tergilas dengan adanya perdagangan bebas. Singkat kata, prospek bisnis UKM kini dan mendatang dalam menghadapi perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat tergantung tidak hanya pada upaya kita dalam meningkatkan daya saing UKM, melainkan juga pada komitmen nasional untuk secara serius mengembangkan kegiatan usaha ini. Tanpa ini semua, perdagangan bebas dan otonomi daerah hanya akan menjadi malapetaka dahsyat bagi kelangsungan pembangunan Indonesia kini dan mendatang.

Daftar Pustaka

menengah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar