Sabtu, 11 Mei 2013

Tugas 2 - Persaingan Harga Produk Dalam Negeri Versus Harga Produk Luar Negeri dilihat dari tingginya biaya produksi


Produk Indonesia Vs Produk China
A.   Abstrak
Indonesia memegang peran penting dalam perekonomian nasional baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dalam penciptaan lapangan kerja. Dengan terjadinya pergeseran tatanan ekonomi dunia pada persaingan bebas, terutama penerapan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) dapat dikatakan bahwa Indonesia  menghadapi situasi yang bersifat double squeeze, yaitu desakan ganda antara produk domestik dan produk asing. Dalam persaingan domestik yang semakin tinggi, membuat produk Indonesia  semakin terdesak karena banyaknya  produk impor terutama pada produk china.

Secara teoritis, perdagangan bebas akan berpengaruh pada harga dan kuantitas sebuah produk tersebut. Sesuai dengan teori perdagangan internasional, ketika adanya perdagangan bebas akan menyebabkan persaingan yang semakin sempurna sehingga terjadi tekanan harga yang juga menurunkan tingkat kuantitas. hal ini menyebabkan profit akan menurun, dengan asumsi cost tetap dalam jangka pendek.

Sehingga,hal inilah yang menjadi persoalan oleh berbagai kalangan produsen karna biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga barang yang  di jual mau tidak mau harus tinggi pula, sesuai dengan biaya produksinya yang dikeluarkan dibandingkan harga produk luar negeri khususnya china.

B.   Pendahuluan
Berdasarkan Declaration of Singapore 1992, yang disepakati pada KTT ASEAN IV 27-28 Januari 1992 di Singapura, dimana kesepakatan ini merupakan sikap ASEAN terhadap fenomena globalisasi yang direalisasikan dalam bentuk kerjasama free trade yang dikenal dengan AFTA (ASEAN Free Trade Area).
Melalui kerjasama dalam AFTA diharapkan Produk ASEAN dapat bersaing di pasar dunia dan dapat menciptakan pasar seluas – luasnya untuk menstimulus peningkatan FDI (Foreign Direct Investment) di kawasan Asia Tenggara. Kerjasama ini pada awalnya hanya beranggotakan enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Tetapi pada perkembangannya, AFTA memperluas keanggotaanya dengan masuknya anggota baru yaitu Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta Kamboja (1999). Sehingga jumlah keseluruhan anggota AFTA menjadi 10 negara. Dengan perluasan keanggotaan ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya integrasi ekonomi di kawasan Asia tenggara menjadi suatu pasar produksi tunggal dan menciptakan pasar regional bagi lebih dari 500 juta orang. Sebab penghapusan tariff bea masuk di negara-negara anggota ASEAN dianggap sebagai sebuah katalisator bagi efisiensi produk yang lebih besar dan kompetisi jangka panjang, serta memberikan para konsumen kesempatan untuk memilih barang-barang berkualitas.
Sebagai upaya untuk merealisasikan tujuan pemberlakuan AFTA, negara-negara anggota telah menetapkan suatu regulasi yang dikenal dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff). CEPT merupakan kerangka kesepahaman mengenai kebijakan reduksi atas tarif dan non-tarif terhadap segala jenis barang dagang, modal, dan produk-produk pertanian di intra-regional maupun inter-regional sampai mencapai 0-5 %.Pada awalnya CEPT diberlakukan dalam jangka waktu 15 tahun. Kemudian pertemuan AEM (ASEAN Economic Ministers), 22-23 September 1994, yang diadakan di Chiangmai, Thailand, telah mengubah keputusan tersebut menjadi 10 tahun atau 5 tahun lebih cepat dari jadwal pertama yaitu 1 Januari 2003, yang kemudian dipercepat lagi menjadi 2002.
Sejak 2004, tiap tahun pemerintah Indonesia terus mengurangi besaran/persen bea masuk (BM) produk impor dari China. Dalam 5 tahun terakhir (2004-2009), sekitar 65% produk impor dari China telah mendapat stempel BM nol persen dari Dirjen Bea & Cukai Departemen Keuangan RI. Dan pada Januari 2010 ini, sebanyak 1598 atau 18% produk China akan mendapat penurunan tarif BM sebesar 5%. Dan  sebanyak 83% dari 8738 produk impor China akan bebas masuk ke pasar Indonesia tanpa dikenai BM sepersenpun pada Januari 2010. Ini berarti pemerintah Indonesia telah menerapkan sistem pasar bebas  yang seluas-luasnya dengan China.
Beberapa produk yang akan dibebaskan masuk pada 2010 ini (dari sebelumnya 5% pada 2009) adalah pasta dan sikat gigi, sisir dan jepitan rambut dari besi/alumunium, balpoin, pulpen, pensil dorong/putar, bola lampu, kunci, gembok, hingga peralatan dapur yang terbuat dari besi & stainless. Bila produk-produk seperti balpoin, pulpen, pensil atau bol lampu yang pada 2009 masih dikenakan BM 5% sudah menjamur di  Indonesia, bagaimana pada 2010 yang di pastikan bebas masuk tanpa dikenakan bea masuk alias gratis.
Bisa dipastikan pada 2010 ini jumlah produk China semakin membanjiri  pasar Indonesia. Peningkatan permintaan produk dari China tentu akan menguntungkan China karena secara langsung memperluas lapangan pekerjaan di China, disisi lain industri-industri kecil Indonesia akan mulai berguguran yang pada akhirnya dapat  mengurangi lapangan pekerjaan.
Jauh sebelum penerapan pasar bebas Indonesia-China yang seluas-luasnya per 2010 ini, selama 5 tahun terakhir Indonesia mengalami kerugian (neraca) dalam hubungan kerjasama dagang Indoensia-China.  Dalam kurun 2003-2009, Indonesia mengalami defisit (kerugian) perdagangan non-migas dengan China sebesar 12.6 miliar dolar AS atau hampir Rp 120 triliun (lihat gambar tabel dibawah).
Dari tabel di atas, Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan dengan China pada 2003 sebesar 535 juta dollar AS, tepatnya 1 tahun sebelum pelaksanaan Free Trade Area. Dan sejak 2004 hingga Nov 2009, Indonesia ‘konsisten’ mengalami defisit perdagangan dengan China dan mencapai defisit terbesar pada 2008 yakni USD -7.2 miliar atau setara Rp 70 triliun. Ini berarti penerapan CAFTA khususnya antara Indonesia-China telah memberi keuntungan yang sangat besar bagi Republik Rakyat China.
Pada tahun 2008, ekspor China ke Indonesia meningkat sebesar  652% dibanding 2003. Sementara  pada periode yang sama, Indonesia hanya mampu meningkatkan ekspor ke China sebesar 265%. Ini berarti, China mendapat keuntungan hampir 3 kali lipat sejak dibukanya perdagangan bebas dengan Indonesia. Jumlah rata-rata penjualan produk China di Indonesia meningkat hingga 400% dalam kurun 5 tahun terakhir. Maka tidaklah heran bilamana berbagai produk yang kita gunakan atau kita temui sehari-hari bertuliskan “MADE IN CHINA“. Mulai dari barang elektronik berteknologi tinggi seperti ponsel,  kamera, mp3/mp4/mp5 player, setrika, televisi, motor, mesin-mesin, hingga produk-produk berteknologi rendah seperti pakaian (tekstil), mainan anak-anak, makanan, kertas, jam, pensil, perabot rumah tangga, paku dll.
Meningkatnya produk China yang masuk ke Indonesia tidak lepas dari faktor kompetitf harga. Barang-barang impor dari China relatif  lebih murah dibanding produk dari industri lokal. Ditambah dengan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang lebih mencari barang murah (kurang memperhatikan asal / nasionalisme dan komparasi kualitas), maka secara perlahan pasar produk lokal disaingi oleh produk China.

Akan tetapi pemberlakuan AFTA merupakan pilihan dilematis bagi negara-negara anggota ASEAN termasuk Indonesia. Di satu sisi, pemberlakuan AFTA dapat dianggap sebagai kesepakatan yang tidak realistis. Karena pilihan untuk menjalankan liberalisasi perdagangan antar negara-negara di tengah-tengah masih rendahnya tingkat efisiensi produksi dan jumlah produk kompetitif masing-masing negara justru dapat merugikan. Sedangkan di sisi lain, pemberlakuan AFTA dapat dilihat sebagai upaya ASEAN untuk menyelamatkan perekonomian masing-masing negara anggota. Karena fenomena globalisasi yang menciptakan regionalisasi dan liberalisasi di berbagai sektor berdampak langsung terhadap sistem perekonomian dunia. dengan memasuki era globalisasi, AFTA merupakan integrasi perdagangan yang tidak dapat dielakkan lagi bagi Indonesia. Berbagai Industri perdaganag baik berupa barang maupun jasa di negara – negara ASEAN lainnya semakin berkembang dan kompetitif, apalagi pasar indonesia menjadi sasaran yang asangat diminati oleh negara lain, khususnya negara – negara di kawasan asia tenggara. Dengan demikian Industri dalam negeri memiliki kompetitor –kompetitir yang semakin sengit dalam bersaing. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya melindungi dan mendukung Industri dalam negeri agar dapat bersaing dan memiliki kompetensi untuk memasuki pasar ASEAN dan melaksanakan kerjasama AFTA.
C.   Landasan Teori

1.    Pengertian

Pasar bebas merupakan suatu pasar dimana harga barang-barang dan jasa disusun secara lengkap oleh ketidak saling memaksa yang disetujui oleh para penjual dan pembeli, ditetapkan pada umumnya oleh hukum penawaran dan permintaan dengan tanpa campur tangan pemerintah dalam regulasi harga, penawaran dan permintaan.
Adapun beberapa pendapat menurut para ahli:
·         Menurut J Gremillion

 seorang ekonom yang sangat mendukung pasar bebas, bahwa salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa dan keberhasilan suatu pemerintahan di era pasar bebas adalah tingkat kemampuannya untuk menguasai teknologi ekonomi. Mesti memahami bahwa pada era sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai dunia. Biar bagaimanapun rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi pe-nyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan.

·         Menurut Bergsten dan Graham

diperlukan semacam konklusi, yakni adanya strategi untuk restrukturisasi dan tertib internasional untuk menjamin terbentuknya pola investasi internasional beserta barang-barang produksinya, di mana alokasi yang tidak efisien dapat dihindarkan agar nasib rakyat miskin di dunia tidak terabaikan, kesejahteraan masyarakat dunia dapat tercipta, dan jurang ketidakadilan antarnegara dapat dipersempit.
·         Menurut Adam Smith
 didalam bukunya An Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776). Menurutnya, pasar bebas berdasar kebebasan inisiatif partikelir (freedom of private initiative) akan melahirkan efisiensi ekonomi maksimal melalui pengaturan “tangan tak tampak” (invisible hand). Pengaturan oleh “tangan tak tampak” adalah pengaturan melalui mekanisme bebas permintaan dan penawaran, atau mekanisme pasar bebas berdasar free private enterprise, yang oleh Paul Samuelson, pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi (1970), disebut competitive private-property capitalism.
·         David Ricardo
mengatakan bahwa perdagangan bebas merupakan sistem perdagangan luar negeri dimana setiap negara melakukan perdagangan tanpa ada halangan negara.
2.    Ciri – Ciri Perdagangan Bebas
·         Perdagangan barang tanpa pajak (termasuk tarif) atau pembatasan perdagangan yang lain (seperti kuota impor atau subsidi untuk produsen)
·         Perdagangan layanan tanpa pajak atau pembatasan perdagangan yang lain
·         Ketiadaan dasar-dasar “pemutar belit perdagangan” (seperti pajak, subsidi, peraturan atau hukum) yang memberikan kelebihan kepada sejumlah kecil perusahaan, isirumah, atau faktor-faktor produksi
·         Akses bebas ke pasar
·         Akses bebas kepada informasi pasar
·         Ketakupayaan firma-firma mengacaukan pasar melalui kekuatan monopoli atau oligopoli berian pemerintah
·         Pergerakan bebas tenaga kerja antara dan dalam negara
·         Pergerakan bebas modal antara dan dalam Negara
3.      Kebaikan dan Kegagalan Ekonomi Pasar Bebas

Pasar Bebas saat ini dipuji berlebihan tanpa pendalaman dan mengabaikan realita. Di samping menyadari arti penting dari sistem pasar bebas dalam mengatur kegiatan ekonomi, ahli-ahli ekonomi menyadari pula tentang  kebaikan serta kegagalan sistem ekonomi pasar.
   v  Kebaikan utama  sistem ekonomi pasar bebas, sebagai berikut :
1)    Faktor-faktor produksi akan digunakan secara efisien
2)    Kegiatan-kegiatan ekonomi dalam pasar diatur dan diselaraskan dengan efisiensi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang teguh akan dapat terwujud
3)     Pelaku kegiatan ekonomi diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi yang disukainya. Dengan sistem ekonomi ini negara dapat mencapai dua jenis efisiensi, yaitu alokatif dan produktif
4)     Produsen dan konsumen mempunyai kebebasan dalam  memilih  kegiatan ekonomi dengan membeli produk yang ingin dinikmati.

v  Kegagalan sistem ekonomi pasar bebas bersumber dari faktor-faktor,sebagai  berikut :
1)    Akibat-akibat ekstern yang merugikan yang terjadi apabila ongkos sosial melebihi ongkos pribadi
2)    Kekurangan produksi barang publik, yaitu barang yang penggunaannya dilakukan bersama dan barang merit, yaitu barang yang sangat penting artinya bagi masyarakat
3)    Kewujudan kekuasaan monopoli dalam pasar
4)    Kegagalan membuat penyesuaian dengan efisiensi
5)    Distribusi pendapatan tidak setara.

4.      Pasar  Pesaingan Bebas memiliki beberapa dampak, antara lain :
Dampak positif adalah :
1.    Perdagangan bebas dapat meningkatkan volume perdagangan di suatu negara, karena banyak perusahaan dalam negeri maupun importir negara lain terpacu untuk membuat suatu produk agar banyak peminatnya dam menciptakan banyak kreasi – kreasi baru yang lebih inovatif dan lebih menarik konsumen
2.    Negara bisa menarik investasi dalam perdagangan bebas dan hasil investasinya itu bisa digunakan untuk mengekspor produk – produk yang dihasilkan suatu negara ke negara – negara lain yang tidak mengikuti perdagangan bebas itu sendiri
3.    IPTEK pun bisa berkembang karena banyak perusahaan yang ingin menghasilkan produk mereka sebanyak – banyaknya agar memperoleh keuntungan yang lebih berlipat dibandingkan cara biasa
4.    Perdagangan bebas bisa menambah devisa negara
5.    Hubungan antar negara sebagai anggota dari suatu perjanjian perdagangan bebas itu pun akan lebih erat lagi.
6.    Peluang kerja pun bisa menjadi lebih banyak
selain  dampak positif, ada dampak negatif juga yang disebabkan oleh adanya   perdagangan bebas ini. Diantaranya adalah :
1.    Negara akan semakin tergantung dan tidak mandiri
2.    Banyak sektor – sektor yang akan gulung tikar atau berpindah haluan menjadi importir jika produk mereka gagal bersaing dengan produk dari luar
3.    Semakin banyak orang akan memakai produk luar negeri yang mungkin relatif lebih berkualitas dan harga yang mungkin terjangkau sehingga bisa mengurangi rasa nasionalisme dan bisa menghilangkan semboyan “pakailah produk dalam negeri”.
4.    Jika negara tidak mampu bersaing, maka banyak perusahaan – perusahaan akan melakukan PHK secara besar – besaran sehingga akan mengakibatkan tingginya angka pengangguran.
5.      Perdagangan yang tidak seimbang antara negara maju dan berkembang, serta dapat menghambat perkembangan ekonomi nasional
6.      Negara-negara yang kuat ekonominya akan bersekongkol dalam rangka mencari keuntungan sebesar-besarnya
7.      Masuknya teknologi canggih yang sebetulnya belum dibutuhkan negara berkembang
8.      Kadar dan kualitas kejahatan semakin canggih dengan bantuan teknologi, informasi, dan komunikasi
9.      Semakin menurunnya sumber daya alam yang vital, seperti air, hutan, dan pencemaran global.
Dari dampak – dampak yang sudah diuraikan diatas, ternyata perdagangan bebas tidak sepenuhnya menguntungkan negara – negara yang terlibat didalamnya, seperti Indonesia. Banyak dampak – dampak negatif yang jika kita baca di atas, bisa membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perekonomian Indonesia. Tapi, tidak bisa dipungkiri juga bahwa dampak – dampak positifnya sangat menggiurkan bagi negara serta perusahaan – perusahaan yang berkecimpung di dalamnya. Semuanya kembali lagi ke keputusan pemerintah. Apakah akan ikut dalam pola perdagangan bebas, atau tidak.
5.    Upaya Antisipasi Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan Bebas
Melihat dampak yang lebih banyak merugikan tersebut, kiranya perlu dilakukan antisipasi yang cepat dan menyeluruh. Dalam mengantisi dampak-dampak perdagangan bebas yang cenderung kurang menguntungkan bagi Indonesia tersebut, ada beberapa upaya yang telah ditempuh maupun belum ditempuh oleh pemerintah. Beberapa bentuk upaya antisipasi yang belum maupun sudah ditempuh  Indonesia antara lain:
1.    Memberikan pendidikan kepada masyarakat untuk lebih mencintai produk dalam negeri dengan terus meningkatkan mutu produk-produk dalam negeri agar lebih berkualitas. Misalnya dengan menggiatkan program Aku Cinta Produk Indonesia (ACI ).
2.    Melakukan negosiasi ulang kesepakatan perdagangan bebas itu atau minimal menundanya, terutama untuk sektor-sektor yang belum siap.
3.    Melakukan seleksi produk untuk melindungi industri nasional.
4.    Mencabut pungutan retribusi yang memberatkan dunia usaha di daerah, agar industri lokal menjadi lebih kompetitif.
5.    Pengetatan pemeriksaan barang masuk di pelabuhan harus dilakukan juga, karena negara lain juga melakukan hal yang sama.
6.    Memberikan kemudahan dalam bentuk pendanaan, dengan cara kredit usaha dengan bunga yang rendah.
7.    Mengaktifkan rambu-rambu nontarif, seperti pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI), ketentuan label, dan sejumlah peraturan lainnya terkait dengan pengamanan pasar dalam negeri.
8.    Memperbaiki berbagai kebijakan ekonomi untuk menghadapi perdagangan bebas.
Tetapi secara jangka panjang langkah-langkah tersebut tidak bisa digunakan secara permanen. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, bangsa ini tidak bisa mengelak dari kebijaksanaan global tersebut. Masyarakat industri harus berjuang dengan keras untuk memenangkan persaingan global yang semakin mengancam tersebut, maka di sini dibutuhkan suatu kejelian. Oleh karena itu, negara dunia ketiga harus saling membahu dalam menciptakan tata dunia yang adil dengan menggalang seluruh kekuatan yang tersedia, baik dalam bentuk kebijakan maupun koalisi untuk penyusunan skenario ekonomi dunia yang adil agar eksploitasi tidak kembali terjadi.
6.    Pembahasan

Perdagangan bebas ASEAN dan China dirasa merugikan bagi perekonomian Indonesia dan secara khusus pada para pelaku usaha. Hal ini dikarenakan persiapan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas ASEAN-China masih dirasa kurang. Kondisi ini berbeda dengan China yang sudah jauh-jauh hari melakukan persiapan yang matang. Apalagi akhir-akhir ini, Indonesia sudah dibanjiri produk-produk dari China yang harga dan kualitasnya lebih bersaing dari produk lokal.
Untuk pasar bebas tahun ini, produk dari China yang membanjiri pasar Indonesia yaitu komoditas pertanian seperti buah-buahan,  gula dan bahkan beras sampai dengan produk industri manufaktur seperti tekstil, mainan, dan elektronik akan memasuki Indonesia dengan murah dan tentu saja kualitasnya tidak berbeda dengan produk lokal. Apalagi China sudah memasok kebutuhan yang dicari konsumen indonesia kedepannya. Hal ini akan mematikan industri kecil menengah (IKM) dan kawasan ekonomi serta industri akan terancam bubar. Produk kita akan kalah di negeri sendiri. Di lokal saja kita sudah kalah, apalagi kita mau mengadakan impor ke China. Akibatnya akan berpengaruh terhadap perekonomian bangsa ini.
China bisa menjual produk dengan harga yang bersaing, dikarenakan China bukan saja menjadi produsen skala besar, tetapi juga telah membangun sebuah jaringan perdagangan yang kuat dan terpadu di seluruh dunia. Selain itu upah buruh murah dan industri produk massal yang sudah terotomasi meningkatkan kemampuan produksi. Prinsip dari orang-orang China, yaitu "untung sedikit tidak apa-apa, asalkan dagangan bisa cepat laku dan kontinu". Sehingga telah menanamkan  tingkat perputaran uang yang cepat..
Dari hal itu kita dapat membaca bahwa perekonomian nasional, khususnya dalam sektor industri, masih labil dan memerlukan sikap keseriusan pemerintah untuk memacunya secara lebih serius lagi Di tengah persaingan pasar bebas industri dunia, tanpa tindakan konkret pemerintah untuk menanganinya dalam bentuk proteksi, maka lambat laun industri dalam negeri akan bangkrut.
Munculnya ACFTA sedikit banyak mendatangkan kerugian dibandingkan dengan manfaatnya, khususnya terhadap industri manufaktur dan tenaga kerja jika tak segera diantisipasi pemerintah. Artinya, ACFTA lebih mengarah pada implementasi zona baru prinsip liberalisme perdagangan yang akan menganggu pasar domestik dan mengancam konsumsi barang-barang produksi dalam negeri. Guna mengantisipasi dampak implementasi ACFTA, pemerintah secara umum telah menerapkan sepuluh kebijakan (sumber kementrian perindustrian) :
1.      Mengevaluasi dan merevisi semua Standar Nasional Indonesia (SNI) yang  sudah    kadaluwarsa dan menerapkannya secara wajib dengan terlebih dahulu menotifikasikan ke WTO.
2.      Mengefektifkan fungsi Komite Anti Dumping dan Menangani setiap kasus dugaan    praktek dumping dan pemberian subsidi secara langsung oleh negara mitra dagang.
3.    Mengefektifkan fungsi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dalam menanggulangi lonjakan barang impor di pasar dalam negeri.
4.       Meningkatkan lobi pemerintah untuk mengamankan ekspor Indonesia antara lain dari ancaman dumping dan subsidi oleh Negara mitra dagang.
5.      Mengakselerasi penerapan dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Ekonomi 2008-2009.
6.       Melakukan harmonisasi tariff bea masuk (BM) pos tariff untuk produk hulu dan hilir, sehingga diharapkan akan memacu investasi dan daya saing.
7.  Mengefektifkan tugas dan fungsi aparat kepabeanan, termasuk mengkaji kemungkinan penerapan jalur merah bagi produk yang rawan penyelundupan produk illegal.
8.    Membatasi/melarang ekspor bahan baku mentah untuk mencukupi kebutuhan energi bagi industri dalam negeri sehingga dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan ditingkat hulu sekaligus memperkuat daya saing industri local.
9.      Mempertajam kebijakan tentang fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di bidang usaha tertentu atau di daerah tertentu.
10.  Melanjutkan kebijakan Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) No 56 Tahun 2008 yang mengatur pembatasan pintu masuk pelabuhan untuk lima produk tertentu yaitu alas kaki, barang elektronik, mainan anak-anak, garmen serta makanan dan minuman.

Kita tidak bisa menghindar dari pasar bebas tersebut, namun seharusnya pemerintah juga harus melindungi industri lokal dalam negeri. Kebijakan-kebijkan yang menguntungkan industri lokal juga harus dikeluarkan, investor diundang dan ditingkatkan. Tentu saja bagi kita sebagai warga negara Indonesia kita harus menanamkan sikap untuk selalu menggunakan produk dalam negeri karena sebenarnya produk kita tidak kalah dengan produk asing, dan tentu saja akan membantu perekonomian negara kita.

Bagaimanapun, produk dalam negeri saat ini tak akan mampu menyaingi membanjirnya produk massal buatan China yang murah meriah. Oleh sebab itu, kebijakan CAFTA rasanya memang perlu dikaji ulang oleh pemerintah supaya dampaknya tidak mengancam keselamatan industri dalam negeri. Harapan besar tergantung pada pemerintah demi eksistensi produk dalam negeri pada masa depan. Dalam upaya meningkatkan perekonomian bangsa, kebijakan-kebijakan perlu diarahkan pada perbaikan ekonomi rakyat Ini penting agar gagasan untuk menciptakan masyarakat makmur dan sejahtera dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia.
Perdagangan Bebas terhadap Ekonomi Politik Indonesia
Dengan adanya perdagangan bebas, perusahaan-perusahaan transnasional dan pasar modal dunia membebaskan bisnis dari kekuasaan politik tanpa distorsi oleh intervensi negara. Dikonklusikan bahwa aktivitas bisnis yang primer dan kekuasaan politik tidak mempunyai peran lain kecuali perlindungan sistem terhadap perdagangan bebas dunia. Akibatnya, peran negara sebagai alat untuk mensejahterakan rakyat semakin tereduksi oleh kekuatan pasar yang tidak mempunyai agenda sosial dan usaha pengentasan kemiskinan. Kondisi ini berimplikasi terhadap relasi sosial yang selalu diukur dari pendekatan dan solusi pasar, serta prinsip ekonomi pasar yang juga dijadikan tolok ukur untuk mengevaluasi berbagai kebijakan, yang selanjutnya akan melahirkan arogansi kekuatan kapital dan negara berperan sebagai ‘tukang stempel’ bagi mereka. Yang mana dalam hal ini akumulasi modal menjadi prasyarat isi material kelembagaan negara.
Selain itu dengan adanya perjanjian-perjanjian dengan organisasi perdagangan versi WTO  dapat menyebabkan adanya hambatan nontarif  yang sangat merugikan, dimana  hal ini sengaja diciptakan seperti yang terjadi saat ini. Kebijakan nontarif impor ini memaksa penghapusan satu-satunya bentuk proteksi yang tersisa oleh negara-negara dunia ketiga termasuk Indonesia terhadap penetrasi pasar dalam negeri oleh kekuatan-kekuatan imperialis. Tetapi negara-negara imperialis dapat membatasi penetrasi terhadap pasar dalam negeri mereka terhadap ekspor dari negara-negara dunia ketiga melalui penerapan serangkaian hambatan-hambatan nontarif yang kokoh.
Sedangkan pada negara dunia ketiga atau Indonesia, dengan adanya hambatan nontarif sudah tentu  akan menyebabkan banjirnya barang impor karena mudahnya barang luar negeri masuk ke pasar dalam negeri serta adanya peralihan impor dari yang tadinya ilegal menjadi legal. Maka dengan ini agenda pemberdayaan ekonomi rakyat akan semakin terpuruk akibat desakan kuat dari komoditas-komoditas asing yang notabene telah mengekspansi secara simultan, dan benturan antara pemberdayaan ekonomi rakyat dengan pasar bebas pun tidak dapat terelakkan. Yang semua ini menyebabkan semakin banyaknya angka pengangguran dan akhirnya melumpuhkan perekonomian nasional. Sebenarnya  dibalik semua ini ada kepentingan dari negara-negara maju, yaitu agenda penaklukan kembali pasar dalam negeri negara-negara dunia ketiga.  Yang mana inilah tujuan mendasar dibalik tekanan kekuatan negara-negara imperialis terhadap pasar bebas.
Di lain sisi dampak positif yang dapat diambil dari liberalisasi perdagangan versi WTO ini tidak mempunyai peran signifikan dalam usaha peningkatan sumber daya yang ada maupun produk yang akan dihasilkan. Selain itu dengan adanya perdagangan bebas hanya akan lebih dinikmati oleh segelintir orang atau kelompok tertentu saja yang mempunyai kekuatan kapital kuat dan sebagian besar lainnya lebih dirugikan. Karena mereka dijadikan tidak produktif dan hanya dijadikan sebagai konsumen yang baik saja.


Sejarah Sistem Pasar Bebas
Sistem ekonomi pasar bebas muncul dari ahli ekonomi klasik, yaitu Adam Smith yang menerangkan tentang  keajaiban invisible hand atau tangan gaib dalam mengatur suatu kegiatan perekonomian. Di dalam istilah tersebut, Adam Smith berpendapat bahwa kegiatan dalam perekonomian tidak perlu diatur oleh pemerintah dan apabila setiap individu dalam masyarakat diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi yang diingini mereka, maka kebebasan ini akan mewujudkan efisiensi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi negara dan dalam jangka panjang kebebasan tersebut akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang teguh.
Adam Smith memang mengakui  bahwa pemerintah mempunyai peranan yang cukup penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, peranan tersebut terbatas pada penyediaan dan pengembangan infrastruktur dan menjalankan administrasi pemerintah. Apabila pemerintah terlalu ikut campur  tangan dalam kegiatan ekonomi akan semakin mengurangi efisiensi kegiatan ekonomi. Sebaliknya apabila tidak secara aktif maka akan tercipta pengaturan dan penyesuaian perekonomian yang bebas campur tangan pemerintah dan menjadikan kegiatan ekonomi yang efisiensi.
Analisis yang dikemukakan oleh Adam Smith diatas dikenal dengan Sistem Ekonomi Pasar Bebas. Dalam sistem ekonomi ini kegiatan-kegiatan dalam perekonomian sepenuhnya diatur oleh mekanisme pasar. Namun dalam prakteknya, tidak satu negara pun di dunia ini yang kegiatan ekonominya diatur oleh mekanisme pasar. Apabila diperhatikan corak pengaturan kegiatan ekonomi yang dijalankan sebagian negara di dunia ini mempraktekan sistem ekonomi campuran. Ini berarti di kebanyakan negara kegiatan ekonominya diatur dan ditentukan oleh sistem pasar. Akan tetapi secara langsung atau tidak langsung pemerintah ikut campur dalam berbagai kegiatan ekonomi.

Pro dan Kontra pada Sistem Pasar Bebas
           
a.    Pro Sistem Pasar Bebas

Ada tiga bentuk sistem ekonomi, yaitu ekonomi pasar bebas, ekonomi  campuran, dan ekonomi perencanaan pusat.
Pada permulaan abad yang lalu, kebanyakan ahli-ahli ekonomi berkeyakinan bahwa sistem pasar bebas merupakan sistem ekonomi yang mewujudkan kegiatan ekonomi yang paling efisien dan kemakmuran masyarakat yang paling optimum. Pandangan ini dipelopori oleh Adam Smith yang terkenal dengan bukunya “An Inquiry into the Nature and Causes of the wealth of Nation”. Adam Smith dianggap paling berhasil melakukan penelaahan ekonomi menjadi suatu ilmu ekonomi. Dia berkeyakinan bahwa pemerintah tidaklah perlu campur tangan di dalam mengendalikan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat.  Pandangan yang berkeyakinan bahwa kegiatan-kegiatan dalam ekonomi harus sepenuhnya diatur  oleh kekuatan-kekuatan yang wujud dalam pasar, dinamakan “Falsafah Pasar Bebas atau Laissez Faire”. Falsafah inilah yang menjadi landasan dari teori  Mikro Ekonomi dan dianut oleh kebanyakan ahli-ahli ekonomi satu setengah abad lamanya.
Gagasan Adam Smith diteruskan oleh pengikutnya Thomas Maltus, David Ricardo, dan Stuart Millis. Kelompok Adam Smith inilah yang kemudian dikenal dengan Mashab Klasik. Kemudian dilanjutkan oleh para sarjana mashab Austria pada tahun 1890 yang terdiri dari Leon Walras, Alfred Marshal, dll. Disamping itu juga dikembangkan oleh sarjana  sosialis komunis yang terkenal adalah Karl Marx.

b.    Kontra Sistem Pasar Bebas
Dalam perkembangannya, terjadi kemerosotan perekonomian dunia yang sangat buruk dalam tahun 1929-1932. Perekonomian yang semakin memburuk pada saat itu menimbulkan kesadaran bahwa tanpa adanya campur tangan pemerintah perekonomian tidak selalu berjalan lancar dengan efisien dan pengangguran akan selalu ada, sehingga timbul pandangan yang mengkritik keyakinan tersebut. Kritik dan kesadaran  tentang kelemahan sistem pasar bebas telah mendorong pemerintah untuk melakukan lebih banyak campur tangan dalam kegiatan ekonomi.
Selanjutnya muncullah teori Makro Ekonomi yang berlandaskan pada pemikiran JM. Keynes. Teori ini menganggap bahwa keseimbangan roda perekonomian tidak akan selalu terjadi dan diperlukan adanya campur tangan pemerintah dalam kegiatan perekonomian. Kemunculan kritik-kritik ini memandang dua pihak.
Di satu pihak pengkritik ini melihat bahwa sistem pasar bebas memiliki kelemahan yang menimbulkan akibat buruk atas efisiensi kegiatan ekonomi dan kesejahteraan khalayak ramai. Perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Oleh karena itu, perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
Akan tetapi di lain pihak, disadari pula bahwa sistem pasar bebas mempunyai ciri yang akan menjamin efisiensi yang tinggi dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa dan dalam mewujudkan perkembangan ekonomi.

7.    Kesimpulan

Dampak negative dari pasar bebas semakin terlihat  jelas untuk Indonesia , baik pada perkembangan usahanya, produsen local, devisa Negara, serta para tenaga kerjanya. Hal ini menimbulkan rasa keprihatinan kepada masyarakat Indonesia,akan tetapi masyarakat tidak menyadarinya . Pemerintah Indonesia juga belum melakukan beberapa hal untuk mengurangi dampak pasar bebas bagi Indonesia,.ahkan menghapuskan dampaknya bagi Indonesia.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk membangun bangsa Indonesia dari keterpurukan Pasar bebas antara lain, meningkatkan pungutan bea masuk barang-barang import, meningkatkan kualitas SDM yang kita punya dengan baik, meningkat nilai – nilai dan semangat nasionalisme terhadap produk – produk Indonesia kepada masyarakat Indonesia, serta meningkatkan mutu dan kualitas pada sektor – sektor dalam negeri.

8.    Daftar Pustaka

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/indonesia-vs-china-studi-komparatif-bisnis-ekonomi-cafta
http://djangka.com/2012/07/30/dampak-perdagangan-bebas-globalisasi-terhadap-ekonomi-politik-indonesia-serta-antisipasinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar