Sabtu, 11 Mei 2013

Tugas 1 - Sistem Pendidikan Di Indonesia Terhadap Tingginya Jumlah Pengangguran


Sistem Pendidikan Indonesia Terhadap Tingkat Pengangguran

A.    Abstrak

Negara indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Sayangnya, kekayaan tersebut tidak didukung oleh sumber daya manusia yang  berkualitas sehingga sering kali istilah menjadi budak dinegeri sendiri sudah sangat membudaya. Dalam kenyataan yang sedang kita hadapi sekarang ini memang mengatakan demikian. Faktor penyebabnya yaitu diantaranya adalah tinggkat pendidikan yang rendah sehingga kualitas SDMnya pun rendah. Hal ini semakin meningkatkan tinggkat pengangguran yang ada di Negara kita ini.
Berdasarkan data dari BPS sebanyak 32% dari 2.381.841 jumlah lowongan kerja yang terdaftar ternyata tidak dapat terisi oleh para pencari kerja. Hal ini tentunya karena kualifikasi yang diharapkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain kualitas SDM sangat rendah dan tidak sesuai. Melihat kondisi yang sangat memprihatinkan ini seharusnya pemerintah mampu mengambil langkah yang lebih bijak sehingga masalah penggangguran ini dapat diminimalisir dengan baik. Apabila masalah ini tidak segera dituntaskan maka dampaknya akan meluas, Selain  akan menjadi beban keluarga pengangguran juga menjadi beban pemerintah. Pengangguran juga akan mempengaruhi tingkat Pendapatan nasional suatu Negara. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas dalam suatu Negara.

B.  Pendahuluan
Saat ini, tingkat pengangguran di Indonesia di antara Negara-negara Asociation of South Asean Nation (ASEAN) paling tinggi. Banyak sarjana di Indonesia berstatus pengangguran, akibat belum tertampung oleh lapangan kerja yang ada. Fenomena ini tidak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang mengutamakan aspek kepintaran teoritis verbalis dengan mengesampingkan kreativitas dan kekaryaan. Di era yang sarat dengan persaingan ini yang dibutuhkan bukan sebatas epintaran saja, melainkan daya inisiatif, kreativitas, dan jiwa-jiwa intrepreneur yang cerdas dan ulet. Pada umumnya para sarjana Indonesia termasuk masih takut dan rendah diri ketika menghadapi percaturan kehidupan yang selalu dinamis dan penuh dengan persaingan. Hal ini seharusnya tidak terjadi manakala sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lain yang memiliki program yang cerdas, kontekstual, realistis, dan terprogram dengan baik. Dengan kekayaan alam yang melimpah dan penduduk yang besar, seharusnya menjadi potensi untuk dikembangkan oleh generasi terpelajar produk pendidikan Tidaklah terlalu salah bahwa jika sistem pendidikan kita terlalu menonjolkan persaingan dan rangkingisasi akan melahirkan pribadi – pribadi individualistis yang rendah kepekaan sosialnya. Semua berlomba ingin menduduki ranking teratas. Semua ingin menjadi pemenang dan harus mengalahkan yang lain. Fenomena ini hamper terjadi di semua tingkatan pendidikan. Kebijakan link and match dalam pendidikan kita yang berorientasi pada pekerjaan dan perusahaan, selayaknya direkonstruksi menjadi membangun individu yang mandiri yang mampu mengelola sumber daya yang ada sehingga ketika keluar dari sekolah sudah siap untuk membangun. Generasi kita tidak tercerabut dari kearifan lokalnya, dan barisan kaum urban terpelajar yang menumpuk di perkotaan serta banyak menimbulkan masalah tidak akan terjadi. Banyak generasi terpelajar yang menganggur memperlihatkan adanya ketidaktepatan dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan kita di semua strata. Semestinya perguruan tinggi mempunyai peran penting dalam mengelola sumber daya manusia yang terampil, tangguh, mandiri, berwawasan luas, dan beretika. Perguruan tinggi seharusnya juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menyediakan teknologi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
Sejarah mengajarkan bahwa pemuda selalu berperan dalam menentukan arah
masa depan bangsa di saat mengalami kritis. Dewasa ini sekalipun pemuda berada
dalam kungkungan masalah yang kompleks, namun masih berpotensi memecahkan
masalahnya sendiri. Termasuk memiliki kapasitas dalam membantu perbaikan
kesejahteraan warga, khususnya di pedesaan yang mengalami tantangan globalisasi
dan perubahan lingkungan. Tingginya persentase penganggur terdidik dan rendahnya
sumberdaya manusia dari para aktor pembangunan pedesaan serta masih belum
optimalnya pengelolaan sumberdaya, baik alam maupun pemerintah desa,
membutuhkan pemuda terdidik untuk meretas situasi ini. Pertumbuhan pembangunan di wilayah pedesaan sejauh ini nampak lambat dan bersifat alami. Investasi
pembangunan yang dicerminkan melalui aktivitas proyek – proyek, baik
pemerintahan maupun swasta nyaris kurang memberikan dampak signifikan terhadap
perubahan sosial ekonomi masyarakat.Hal ini juga dikarenakan di pedesaan tingkat pendidikan masyarakat desamasih rendah. Seperti yang ada di desa saya rata-rata pendidikan mereka hanyasampai SMP saja. Sangat sedikit pemuda desa itu melanjutkan pendidikan mereka sampai ke perguruan tinggi. Sehingga ilmu pengetahuan mereka sangat kurang, keterampilan merekapun menjadi kurang terasah. Kebanyakan pemuda desa tersebut menganggur tidak mempunyai pekerjaan tetap. Dengan keterampilan seadanya mereka bekerja serabutan, terkadang menjadi buruh tani ataupun buruh tukang di proyek dengan penghasilan yang terbatas. Karenanya tingkat kemiskinan di wilayah perdesaan masih tinggi.
Yang menjadi persoalan adalah kedudukan desa selama ini cenderung
hanyalah sebagai obyek dari berbagai pihak untuk melaksanakan agendanya masing –
masing. Bahkan terkesan kedudukan desa dipandang dalam perspektif fisik yaitu
sebagai kantor pemerintah desa yang berfungsi untuk memberikan pelayanan dan
tugas administrasi. Relatif sedikit melihat atau menempatkan desa sebagai miniatur
Negara, di mana terdapat hubungan yang dinamis antara rakyat dan pemerintah serta
pasar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Simplifikasi kedudukan desa
tersebut merupakan faktor dari terbatasnya perhatian dan alokasi sumberdaya yang
diberikan pemerintah untuk mengurangi kesenjangan dan ketidak-adilan. Kendati secara kuantitatif, cukup banyak aktivitas proyek pembangunan, namun belum
signifikan menjawab persoalan kemiskinan, pengembangan aset masyarakat. Bahkan
sebaliknya sumberdaya desa telah dieksploitasi bagi kepentingan pihak luar.
Misalnya dalam kasus pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lingkungan. Di
samping rendahnya inovasi atau bahkan ketidaksesuaian jenis proyek dengan
kebutuhan masyarakat, juga disebabkan faktor terbatasnya sumberdaya terdidik yang
mendedikasikan diri pada desa .
Implikasinya, desa nyaris tidak ada atau kurang memilki aset (sumberdaya
alam, kelembagaan, zona ekonomi dan sumberdaya manusia) yang memungkinkan
untuk memulai dan mengembangkan kreasi dalam menjawab berbagai masalah dan
tantangan kehidupan yang sangat kompleks, terutama dalam mengurangi tekanan
kemiskinan dan ketidakadilan di antara warga maupun antar wilayah. Salah satu masalah yang nampak adalah keterbatasan sumberdaya manusia yang berkualitas baik
sebagai perencana maupun sebagai penggerak ataupun pelaksana untuk memacu
perubahan sosial-ekonomi-politik di tingkat pedesaan. Walaupun selama ini telah ada
personil terdidik yang mendampingi masyarakat, seperti : petugas penyuluh lapangan
(PPL), baik dari dinas/instansi pemerintah ataupun Lembaga Sawadaya Masyarakat
(LSM), namun keberadaannya seringkali tidak terkait atau bersinergi dengan institusi
desa dalam konteks perubahan struktural atas masalah kesenjangan dan ketidakadilan
antara desa dan kota.
Persoalan di atas memberi inspirasi bagi semua pihak untuk melakukan pemikiran ulang dalam menjadikan kaum muda terdidik sebagai aset pembangunan. Dalam kaitan dengan upaya mendorong, mengembangkan dan meningkatkan kepeloporan pemuda, pemerintah memfasilitasi potensi pemuda terdidik di pedesaan melalui program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3). Program PSP-3 ini dikembangkan dengan tujuan untuk mengakselerasikan pembangunan melalui peran kepeloporan pemuda dalam berbagai aktivitas kepemudaan yang secara langsung berpengaruh terhadap dinamisasi kehidupan pemuda desa, mengembangkan potensi sumberdaya kepemudaan sekaligus meningkatkan kesejahteraan pemuda dan masyarakat desa. Di samping sebagai upaya menumbuhkembangkan kepeloporan dan kemandirian para peserta program. Melalui program PSP-3 ini, diharapkan akan dapat memperteguh komitmen para pemuda sarjana untuk membangun kepemudaan desa dan menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan yang dapat memperbaiki taraf kehidupan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Komitmen ini penting sebagai bagian dalam mengurangi penumpukan SDM berpendidikan tinggi di perkotaan. Dan pada gilirannya membangkitkan pemuda desa dampingannya melakukan kegiatan inovasi dan produktif sehingga desa menjadi inspirasi pembaharuan dan perubahan secara nasional. Para sarjana yang ditempatkan di Desa dalam tugasnya menggerakkan dan mendampingi masyarakat dan khususnya pemuda, mampu menumbuhkan beragam kegiatan produktif di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lingkungan. Termasuk dalam membantu dan mendampingi aktivitas pemerintah desa seperti : administrasi kependudukan, pajak bumi dan bangunan, penataan aset desa dan lainnya.
Dengan adanya program PSP3 masyarakat sangat terbantu, karena para
sarjana dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menggali potensi bakat pemuda
desa, dan menggali sumber daya alam yang ada di desa tersebut. Kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan oleh pemuda sarjana, diharapkan para pemuda desa dapat
mengembangkan bakat dan keterampilan mereka untuk dapat memiliki usaha sendiri/mandiri. Dengan kata lain, pemuda desa dapat menciptakan lapangan
pekerjaan untuk dirinya sendiri dan juga yang lainnya dengan memanfaatkan sumber
daya alam yang ada di desa tersebut. Sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi desa menjadi lebih baik.
C.   Landasan Teori
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

Adapun jenis pengangguran menurut sebab-sebabnya dapat dibedakan sebagai berikut.

a.    Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman adalah pengangguran yang biasa terjadi pada sektor pertanian, misalnya di musim paceklik. Di mana banyak petani yang menganggur, karena telah usai masa panen dan menunggu musim tanam selanjutnya.

b.    Pengangguran Friksional (Peralihan)

Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena penawaran tenaga kerja lebih banyak daripada permintaan tenaga kerja atau tenaga kerja yang sudah bekerja tetapi menginginkan pindah pekerjaan lain, sehingga belum mendapatkan tempat pekerjaan yang baru. Kelebihan tersebut menimbulkan adanya pengangguran.

c.    Pengangguran karena Upah Terlalu Tinggi

Pengangguran karena upah terlalu tinggi artinya pengangguran yang terjadi karena para pekerja atau pencari kerja menginginkan adanya upah atau gaji terlalu tinggi, sehingga para pengusaha tidak mampu untuk memenuhi keinginan tersebut. Akan tetapi di Indonesia saat ini sudah terdapat ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) yang disesuaikan biaya hidup daerah masing-masing, sehingga antara pekerja dengan pengusaha sudah terdapat consensus dalam penentuan upahnya.

d.     Pengangguran Struktural

Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena terdapat perubahan struktur kehidupan masyarakat, misalnya dari agraris menjadi industri. Oleh sebab itu, banyak tenaga kerja yang tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan perusahaan.

e.    Pengangguran Voluntary

Pengangguran voluntary adalah pengangguran yang terjadi karena seseorang yang sebenarnya masih mampu bekerja tetapi secara sukarela tidak mau bekerja dengan alas an merasa sudah mempunyai kekayaan yang cukup.

f.     Pengangguran Teknologi

Pengangguran teknologi adalah pengangguran karena adanya pergantian tenaga manusia dengan tenaga mesin.

g.     Pengangguran Potensial

Pengangguran potensial (potential underemployment) adalah pengangguran yang terjadi apabila para pekerja dalam suatu sektor dapat ditarik ke sektor lain tanpa mengurangi output, hanya harus diikuti perubahan-perubahan fundamental dalam metode produksi, misalnya perubahan dari tenaga manusia menjadi tenaga mesin (mekanisasi).

Faktor – faktor  Terjadinya Pengangguran di Indonesia
a)  Jumlah penduduk besar
Menurut sensus penduduk  tahun 2000 jumlah penduduk Indoonesia 2006, 3 Juta jiwa Jumlah penduduk yang besar sebisanya di imbangi oleh Kesempatan kerja yang luas Artinya seluruh penduduk dapat bekerja dan Memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya .
      b)  Rasio ketergantungan tinggi
      Semakin banyak anggota keluarga yang tidak bekerja, semakin besar Beban tanggungan anggota keluarga yang bekerja. Hal ini tidak menjadi masalah jika pendapatan angota keluarga yang bekerja cukup banyak. namun, tidak semua keluarga di Indonesia hidup berkecukupan, dapat menikmati pendapatanyang tinggi. Angka yang menunjukkan besarnya beban tanggungan dari kelompok usia produktif disebut rasio ketergantungan (Dependecy ratio).
      c)  Persebaran penduduk yang tidak merata.
Tinginya kepadatan  penduduk beberapa kota besar di pulau Jawa ini salah satunya karma adanya urbanisasi yaitu arus perpindahan penduduk dari pedesaan ke daerah perkotaan. Mereka pindah dengan berbagai alasan, kepadatan penduduk juga menyebabkan munculnya pemukiman - pemukiman kumuh didaratan sungai dan sepanjang rel kereta api. Sebaliknya banyak tanah kosong diluar pulau Jawa yang belum di Manfaatkan secara optimal. Bahkan banyak daerah terpencil yang kekurangan tenaga seperti guru, petugas kesehatan, dan petugas pemerintahan. Semua itu membutuhkan kesediaan putra-putra daerah untuk membangun daerahnya sendiri.
       d)   Terbatasnya kesempatan kerja
Kesempatan kerja (Employment) adalah banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja. Semua anggota masyarakat yang sudah dewasa harus mempereoleh kesempatan kerja dan bekerja sesuai bakat keahliannya. Kesempatan kerja ini disediakan oleh rumah tangga, perusahaan, lembaga pemerintah yang memiliki pekerjaan yang belum dikerjakan. Perusahaan mencari tenagakerja dengan berbagai kualifikasi. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung besar kecilnya produksi perusahaan.

Solusi permasalahan pengangguran di Indonesia

1.    Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Cara ini dilakukan dengan memberikan latihan-latihan keterampilan disegala bidang. Jika kualitas SDM meningkat otomatis akan meningkatkan tingkat produktifitas sehingga tak lagi dijumpai kesulitan bagi perusahaan maupun lembaga dalam mencari tenaga kerja yang terampil dan profesional
2.      Menciptakan lapangan kerja baru
Pengangguran dapat di atasi dengan membuka lapangan kerja baru, baik bagi Perusahaan, Negara maupun swasta.
3.    Menumbuh kembangkan usaha wiraswasta
Penduduk yang masih menganggur diharapkan dapat mendiri dengan cara berwiraswasta tentunya dengan terlebih dahulu mengikuti latihan, pendidikan, dan lokarnya mengenai wiraswasta. Dengan banyaknya penduduk yang berwiraswasta akan mengurangi jumlah pengangguran.
4.      Pemerintah berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonimi dengan pertumbuhan
yang baik, kegiatan ekonomi akan meningkat dan dapat menyerap tenaga kerja yang masih menganggur.
5.      Pendirian  tempat latihan kerja,seperti Balai Latihan Kerja (BLK)
6.    Mengembangkan Usaha Informasi dan Usaha Kecil
7.    Mengembangkan Usaha Informasi dan Usaha Kecil
8.    Pengiriman Tenaga Kerja Ke Luar Negeri
9.    Mengadakan Transmigrasi (Untuk meratakan penduduk)

D.   Pembahasan

Saat ini, walaupun pertumbuhan Indonesia rata-rata berada di Kisaran 5%-6% persen, tetapi kondisi tersebut tidak akan maksimal untuk menurunkan tingkat pengangguran, khususnya pengangguran usia muda. Menurut Boediono setidaknya dibutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen-8 persen. Pertumbuhan sebesar itu pernah dicapai Indonesia sebelum krisis moneter pecah tahun 1997. Tetapi, setelah itu dan hingga saat ini, pertumbuhan sebesar itu tidak dapat sentuh lagi. Selain itu, investasi pemerintah khususnya untuk infrastruktur juga cenderung rendah dan stagnan. Praktis pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini diletakkan pada komsumsi dan investasi sektor swasta. Pertumbuhan belanja (investasi) pemerintah relatif stagnan.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang. Angka pengangguran terbuka di Indonesia masih mencapai 8,12 juta jiwa. Angka tersebut belum termasuk dalam pengangguran setengah terbuka, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 30 jam per minggu. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, harus diatasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang unggul. Salah satunya yaitu dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkompetensi unggul. Selama ini, dalam kegiatan bursa kerja, biasanya lowongan hanya terisi sekitar 50 persen. Hal itu terjadi, karena kompetensi yang disyaratkan perusahaan pencari tenaga kerja tidak mampu dipenuhi oleh para tenaga kerja. Oleh karena itu tenaga kerja harus disiapkan dengan baik. Sementara itu di Jawa Tengah, hingga 2010, angka pengangguran masih mencapai 1,046 juta jiwa. Angka tersebut turun sebesar 16,04 persen, bila dibandingkan jumlah pengangguran pada 2009, sebanyak 1,252 juta jiwa
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain. Melemahnya pasar internasional akibat krisis ekonomi global telah berdampak pada sektor riil Indonesia terutama industri yang berorientasi ekspor yang banyak menyerap tenaga kerja, seperti industri garmen, sepatu, elektronik, pertambangan industri kayu, minyak kelapa sawit mentah (GPO), dan karet. Dewasa ini sektor industri nasional tidak hanya menghadapi masalah penurunan harga jual dan permintaan, tetapi juga menghadapi masalah peningkatan biaya bahan baku khususnya impor akibat merosotnya kurs rupiah, sehingga tidak ada pilihan bagi industri nasional selain mengurangi volume produksi yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja baik dengan melakukan PHK maupun merumahkan sementara karyawan.
Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sampai Februari 2012 mencapai 6,32 persen (7,2 juta orang), turun dibandingkan Februari 2011 sebesar 6,8 persen. Sekitar 50 persen lebih (4,2 juta orang) dari total pengangguran terbuka tersebut diisi oleh usia muda. Persentase pengangguran usia muda Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata persentase pengangguran muda di Asia Tenggara dan dunia. Tahun 2009 saja, persentase pengangguran muda di Indonesia mencapai 22,2 persen, sementara rata-rata pengangguran usia muda di Asia Pasifik hanya 13,9 persen dan dunia 12,8 persen.
Kondisi pengangguran usia muda di Indonesia kian memprihatinkan karena sudah mengenai lulusan pendidikan tinggi, dimana tren juga cenderung menunjukkan peningkatan. Data BPS menunjukkan pengangguran lulusan pendidikan tinggi berkontribusi sebesar 20 persen terhadap total pengangguran terbuka. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan bahwa masih besar mismatch antara supply lulusan pendidikan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kondisi tentu perlu mendapat perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada.
Fenomena Global Permasalahan pengangguran usia muda bukan hanya menjadi masalah Indonesia, tetapi memang sudah jadi fenomena global, khususnya setelah krisis keuangan tahun 2008 yang pecah di AS. Krisis tersebut memberikan efek domino bagi ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi global turun cukup dalam dan mendorong pemutusan hubungan kerja (PHK) khususnya di AS dan kawasan Uni Eropa.
Krisis keuangan global tersebut bahkan masih membuat ekonomi AS belum pulih secara total. Ekonomi masih melambat dan tingkat pengangguran masih tinggi di level 8 persen, dimana penganggur usia muda yang biasa dijuluki booemerang mencapai 18 persen-22 persen. Kondisi yang sama juga terjadi di Uni Eropa dengan tingkat pengangguran mencapai 9 persen-10 persen, dimana pengangguran usia muda mencapai 21 persen-22 persen. Bahkan, beberapa di zona euro, seperti Yunani dan Spanyol tingkat penganggurannya mencapai di atas 20 persen. Kondisi ini tentu akan sangat membahayakan stabilitas ekonomi dan politik jika tidak ada solusi. Inggris yang dikenal dengan kekuatan ekonominya juga mengalami tren pengangguran usia muda yang tinggi.
Namun, fenomena pengangguran usia muda yang paling tinggi justru terjadi di Timur Tengah (middle east) dan Afrika Utara, dimana menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2010, tingkat pengangguran usia muda di Timur Tengah dan Afrika Utara hampir mencapai 24 persen. Turunnya sejumlah pemimpin diktator di kedua kawasan ini tahun lalu yang dimulai dari revolusi Jasmin di Tunisia dan jadi efek domino ke kawasan lainnya, merupakan dampak langsung dari tingginya tingkat pengangguran usia muda. Para penganggur usia muda ini sangat frustasi dan akhirnya melakukan demonstrasi menuntut pemerintah turun.
Solusi harus dicari pemerintah harus sekuat tenaga mendorong penurunan pengangguran usia muda, ditengah keterbatasan kapasitas ekonomi. Pemerintah harus menempatkan generasi muda sebagai aset yang berharga bagi modal pembangunan ekonomi. Masih munculnya penyakit sosial yang muncul dari generasi muda, bukan tidak mungkin terjadi karena pemerintah gagal memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka.
Pengangguran saat ini  menjadi aspek yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia. Bukan dalam segi yang positif, tetapi menjadi satu hal yang berat dalam kemajuan ekonomi. Khususnya dalam pembangunan nasional. Walaupun mempunyai kuantitas SDM yang banyak dan jaminan dalam UUD. Para penganggur tetap saja berstatus tak bekerja, banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Bisa saja dari segi kualitas yang kurang, ketidak cocokan dengan pekerjaan yang ada, pergantian musim, atau memang pola pikir yang membuat para angkatan kerja menunda untuk sementara kegiatan bekerja. Semua hal tadi bisa saja menjadi alasan logis seseorang menganggur.
Dampak dari menganggur  ternyata mempunyai andil yang cukup besar dalam kemajuan suatu negara. Pendapatan nasional menjadi hal yang dipengaruhi, dikarenakan besarnya upah yang berputar dalam dunia pekerjaan menjadi aspek dalam pendapatan nasional. Tidak berhenti disitu, efek pendapatan nasional tadi berpengaruh kepada pendapatan per kapita yang menggambarkan bagaimana kondisi kesejahteraan perekonomian suatu negara. Dari segi individual pun, pengangguran mempengaruhi kondisi logis seseorang. Dan semakin dilengkapi dengan bengkaknya pengeluaran dalam bidang sosial.
Lalu, pertanyaan klasiknya adalah. Bagaimana mengatasi pengangguran?
Penambahan kualitas sumber daya manusia menjadi hal pokok, ditambah dengan memperluas lapangan pekerjaan tentunya. Selain itu mempertemukan dua aspek utama yaitu si pekerja dengan bidang pekerjaannya pun adalah sesuatu hal yang dapat dilakukan untuk menekan angka pengangguran.

E.   Kesimpulan

 Masalah penggangguran yang ada di Indonesia timbul dari beberapa faktor seperti  tingkat jumlah penduduk yang kian meningkat, kemiskinan yang melanda di Indonesia sampa minimnya tingkat pendidikan yang ada di Indonesia.
            Semakin bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia diakibatkan karena sedikitnya lapangan pekerjaan. Pengangguran juga lambat laun akan berakibat buruk bagi tatanan kehidupan sosial, pengangguran juga dapat menimbulkan tindak kriminalitas yang membahayakan seluruh masyarakat Indoinesia. Pengangguran juga menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat menurun. sebaiknya pemerintah mencari solusi agar dapat mengurangi dampak dari hal tersebut. Mungkin program-program penangulangan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak dapat berlangsung dalam waktu singkat. Butuh proses panjang dalam melaksanakan hal-hal tersebut. Terlebih lagi kesadaran masyarakat dalam turut serta membangun perekonomian di Indonesia.

Daftar Pustaka
http://lathifahanun.blogspot.com/2012/09/makalah-pengangguran.html
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/03/28/308728/265/114/Pengangguran-Indonesia-Tertinggi-di-Asia-Pasifik

1 komentar:

  1. nice post gan, numpang nyampah yaak.

    http://serbah-serbih.blogspot.com/

    visit back kalo gak keberatan, thx :)

    BalasHapus