Pengaruh Suku Bunga Perbankan Terhadap UKM
A. Abstract
Usaha kecil dan
menengah (UKM) merupakan salah satu usaha yang sudah teruji daya tahannya pada
krisis multidimensional di Indonesia. Untuk itu, UKM perlu dikembangkan dengan
tujuan tidak hanya meningkatkan pendapatan pengusaha tetapi juga mengatasi
pengangguran. Dalam pengembangannya, banyak hambatan yang harus ditangani
dengan serius agar UKM dapat maju dan berkembang dari segi kualitas, kuantitas,
manajemen, bahkan sumber daya manusianya. Kurangnya informasi dan minimnya
teknologi telah membatasi akses UKM dengan dunia luar, sehingga pengusaha UKM
tidak dapat menggunakan fasilitas perbankan. Untuk itu perlu diberdayakan suatu
cara pengenalan fasilitas-fasilitas perbankan seperti fasilitas kredit.
Dalam perspektif ilmu ekonomi, suku bunga adalah harga uang, dan secara
langsung mempengaruhi investasi (langsung dan portofolio), tabungan, kredit dan
risiko, serta aliran modal. Semakin tinggi suku bunga semakin rendah investasi,
dan sebaliknya. Dalam dimensi ekonomi makro, pengelolaan suku bunga merupakan tugas
utama dari Bank Sentral Indonesia dengan menggunakan kebijakan moneter dan juga
instrumen untuk pengendalian inflasi dan nilai tukar. Porsi kredit perbankan
untuk UMKM masih sangat rendah dibandingkan perusahaan skala besar yang
menunjukkan aksessibilitas UMKM terhadap perbankan masih rendah. Tingkat suku
bunga perbankan Indonesia selama ini masih sangat tinggi sementara lembaga perbankan
berstatus bank komersial yang mengikuti pergerakan pasar. Kebijakan moneter
belum mampu mempengaruhi pasar uang agar tingkat suku bunga komersil rendah.
Oleh karena itu, suku bunga merupakan faktor penghambat akses UMKM terhadap
perbankan dan sistem perbankan sekarang kurang tepat sebagai sumber pembiayaan
UMKM. Agar aksesibilitas UMKM semakin tinggi terhadap lembaga perbankan maka
sebaiknya perlu ada lembaga perbankan khusus untuk pembiayaan UMKM.
B. Pendahuluan
Krisis moneter yang
melanda Indonesia pada tahun 1997 yang dengan cepat berubah menjadi krisis
ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan krisis multidimensional menyebabkan
perekonomian Indonesia ambruk. Hal ini terjadi karena kurang tepatnya kebijakan
ekonomi pemerintah yang memberikan dukungan finansial dan fasilitas secara
berlebihan kepada pengusaha besar agar dapat menggerakkan perekonomian
Indonesia dengan asumsi bahwa dari pengusaha besar tersebut akan mengalir
kepada pengusaha kecil (trickle down effect). Tetapi akibat dukungan yang
berlebihan ini, pengusaha besar menjadi rapuh dan tidak dapat bertahan sewaktu
terjadi goncangan ekonomi dan menyebabkan perusahaan besar tersebut mengurangi
produksi ataupun tenaga kerjanya bahkan ada yang sampai gulung tikar.
Bank
merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai pihak perantara
antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana yang sering
disebut fungsi intermediasi bank. Dana yang dihimpun bank tersebut dari pihak
yang kelebihan dana disalurkan ke masyarakat berupa kredit yang merupakan
kegiatan utama bank. Sumber
pembiayaan UMKM berasal dari berbagai lembaga, yakni perbankan dan non perbankan,
seperti pasar saham, pemerintah, modal ventura,dan pelepas
uang. Perbankan merupakan lembaga yang mempunyai posisi strategis dalam
pembiayaan dunia usaha karena bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi,
disamping sebagai lembaga pembiayaan juga penarik uang masyarakat. Perbankan
dalam operasionalnya diawasi langsung oleh Bank Indonesia karena menyangkut
pada sistem moneter. Kebijakan moneter yang bertujuan mempengaruhi suku bunga,
secara langsung, berkaitan dengan perbankan.
Dari kegiatan ini,
bank memperoleh pendapatan bunga yang disebut spread yang merupakan selisih
dari bunga simpanan yang diberikan kepada penabung dengan bunga kredit yang
dibayar oleh debitur. Sebelum krisis ekonomi 1997, bank lebih suka memberikan
kredit kepada perusahaan besar terutama perusahaan afiliasinya sendiri sehingga
pada saat perekonomian bergejolak, perusahaan tersebut tidak mampu bertahan
yang menyebabkab kredit macet pada bank dan bank tersebut kekurangan
likuiditassehingga menyebabkan likuidasi.
Sejarah perbankan
Indonesia terlihat dari perjalanan sistem politik dan ekonomi Indonesia. Ketika
era pemerintahan Orde Baru (Orba), otoritas moneter dibawah kendali langsung
presiden, sehingga kebijakan moneter dapat menjadi instrumen presiden untuk kepentingan
pembiayaan dunia usaha sesuai dengan keinginannnya. Sampai akhir tahun 1970-an,
sistem moneter Indonesia adalah fully under-controlled dengan rezim fixed
interest rate. Pembiayaan dunia usaha, usaha skala besar (milik pemerintah
dan swasta) dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan mudah dapat diterapkan
melalui perbankan dengan berbagai fasilitas moneter. Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) dan Kredit UMKM, seperti Bimas dan KUT, berjalan dengan suku
bunga yang rendah adalah bentuk implementasi kebijakan moneter pemerintah pada
waktu itu yang pada umumnya disambut baik oleh berbagai kalangan.
Di tengah krisis
ekonomi 1997, usaha kecil dan menengah (UKM) mampu bertahan dan justru semakin
bertambah sehingga tidak dapat dipungkiri UKM telah menjadi tiang penyangga
perekonomian karena UKM ini membuka lapangan pekerjaan dan mengatasi kemiskinan
di saat banyak usaha besar berguguran. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UKM
yang meningkat pesat dari 7000 pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun
2001 dan kemampuannya menyerap tenaga kerja juga meningkat dari 12 juta pada
tahun 1980, 45 juta pada tahun 1990, 71 juta pada tahun 1993, dan 74,5 juta
pada tahun 2001. Kenyataan ini menunjukkan jika potensi UKM dikembangkan dengan
mengucurkan dana lebih besar tentu sektor bisnis ini dapat menjadi katup
pengaman krisis sosial karena dapat mengatasi pengangguran walaupun sebenarnya
permasalahannya tidak selalu menyangkut masalah kekurangan modal, tetapi modal
merupakan salah satu faktor utama penghambat pengembangan usahanya. Karena
jumlahnya banyak dan nilai kreditnya kecil, bank-bank nasional merasa kerepotan
mengurus UKM. Hal ini disebabkan karena bank membutuhkan sistem administrasi
yang rumit jika mengurus UKM sedangkan jika perusahaannya besar, nilai
kreditnya besar sehingga jumlah perusahaan yang akan diberikan kredit sedikit
maka sistem administrasinya tidak rumit. Lagipula, kondisi UKM itu sendiri yang
belum layak secara teknis perbankan (bankable) misalnya saja ada pengusaha yang
belum memiliki pembukuan yang layak sesuai penilaian kriteria perbankan juga
membuat sulitnya UKM untuk memperoleh kredit dari bank. Dalam kondisi
demikianlah sesungguhnya dibutuhkan bantuan dari semua pihak terutama perbankan
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan bagi UKM yang memiliki keterbatasan
sehingga UKM dapat maju dan berkembang.
Bagaimana
perkembangan suku bunga selama ini, terutama sejak krisis ekonomi melanda
Indonesia, sangat menarik untuk diketahui. Independensi Bank Sentral Indonesia
menjadikan lembaga itu sebagai satu-satunya pengendali pasar uang. Dengan
mengutip Prof. Romer dari University of Barkeley AS, Situmorang menyatakan
bahwa otoritas moneter yang sangat kuat mampu membentuk keseimbangan pasar
produk dan pasar uang tanpa kurva LM dengan memperkenalkan kurva Monetary
Policy (MP), yang dikenal dengan keseimbangan IS-MP. Tingkat suku bunga yang
rendah, dengan ukuran satu digit (di bawah 10%) menjadi target dalam
pengelolaan ekonomi makro. Karena kebijakan yang konstruktif yang berhasil
mengendalikan pergolakan ekonomi akan menyebabkan sektor riil terganggu. Hal
ini tentunya tidak mendukung dunia usaha. Dewasa ini, aksessibilitas dunia
usaha terhadap perbankan dalam rangka pembiayaan sangat tergantung pada
mekanisme pasar yang sangat kompetitif. Suku bunga masih menjadi penghambat
utama UMKM dalam mengakses dana perbankan karena tingkatnya masih sangat
tinggi.
C. Landasan Teori
Ø Pengertian
Usaha Kecil Dan Menengah (UKM)
Dalam perekonomian Indonesia, sektor
usaha kecil dan menengah memegang peranan penting, terutama bila dikaitkan
dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh usaha kecil dan menengah
tersebut. Selain memiliki arti strategis bagi pembangunan, usaha kecil menengah
juga berfungsi sebagai sarana untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan yang
telah dicapai. Adapun yang menjadi bagian dari usaha kecil dan menengah adalah:
sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor perdagangan, sektor perdagangan,
sektor pertambangan, pengolahan, sektor jasa, dan lainnya.
Ada
beberapa pengertian usaha kecil menengah dari berbagai pendapat (Tulus
Tambunan,1999), antara lain:
- Pengertian usaha kecil berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.26/I/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah usaha yang memiliki total asset Rp60 juta (enam ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah atau rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil ini meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp600 juta.
- Menurut Departemen Perindustrian dan perdagangan, pengusaha kecil dan menengah adalah kelompok industri modern, industri tradisional, dan industri kerajinan, yang mempunyai investasi, modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp 70 juta ke bawah dengan resiko investasi modal/tenaga kerja Rp 625.000 ke bawah dan usahanya dimiliki warga Negara Indonesia.
- Menurut Badan Pusat Statistik, usaha menengah dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu: (i) Usaha Rumag tangga mempunyai: 1-5 tenaga kerja, (ii) Usaha kecil menengah: 6-19 tenaga kerja, (iii) Usaha menengah: 20-29 tenaga kerja, (iv) Usaha besar: lebih dari 100 tenaga kerja.
- Sedangkan dalam konsep Inpres UKM, yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria: (i) Asset Rp 50 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (ii) Omset Rp 250 milyar
Ø Kriteria usaha kecil
1. Memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau
berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau
Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perorangan ,
badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum,
termasuk koperasi.
Ø Kelebihan UKM
Dengan
ukurannya yang kecil – dan tentunya fleksibilitas yang tinggi, usaha kecil
menengah memiliki berbagai kelebihan, terutama dalam segi pembentukan dan operasional. UKM memiliki kontribusi besar bagi
bergulirnya roda ekonomi suatu negeri, bukan hanya karena ia adalah benih yang
memampukan tumbuhnya bisnis besar, melainkan juga karena ia menyediakan layanan
tertentu bagi masyarakat yang bagi bisnis besar dinilai kurang efisien secara
biaya.
1.
Fleksibilitas Operasional
Usaha
kecil menengah biasanya dikelola oleh tim kecil yang masing-masing anggotanya
memiliki wewenang untuk menentukan keputusan. Hal ini membuat UKM lebih
fleksibel dalam operasional kesehariannya. Kecepatan reaksi bisnis ini terhadap
segala perubahan (misalnya: pergeseran selera konsumen, trend produk, dll.)
cukup tinggi, sehingga bisnis skala kecil ini lebih kompetitif.
2.
Kecepatan Inovasi
Dengan
tidak adanya hirarki pengorganisasian dan kontrol dalam UKM, produk-produk dan
ide-ide baru dapat dirancang, digarap, dan diluncurkan dengan segera. Meski ide
cemerlang itu berasal dari pemikiran karyawan – bukan pemilik – kedekatan
diantara mereka membuat gagasan tersebut cenderung lebih mudah didengar,
diterima, dan dieksekusi.
3.
Struktur Biaya Rendah
Kebanyakan usaha kecil menengah tidak punya ruang kerja khusus di kompleks-kompleks
perkantoran. Sebagian dijalankan di rumah dengan anggota keluarga sendiri
sebagai pekerjanya. Hal ini mengurangi biaya ekstra (overhead) dalam
operasinya. Lebih jauh lagi, usaha menengah kecil juga menerima sokongan dari
pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan bank dalam
bentuk kemudahan pajak, donasi, maupun hibah. Faktor ini berpengaruh besar bagi
pembiayaan dalam pembentukan dan operasional mereka.
Ø Kemampuan Fokus di Sektor yang Spesifik
UKM tidak wajib untuk memperoleh kuantitas penjualan dalam
jumlah besar untuk mencapai titik balik (break even point – BEP) modal
mereka. Faktor ini memampukan usaha kecil menengah untuk fokus di sektor produk
atau pasar yang spesifik. Contohnya: bisnis kerajinan rumahan bisa fokus
menggarap satu jenis dan model kerajinan tertentu dan cukup melayani permintaan
konsumen tertentu untuk bisa mencapai laba. Berbeda dengan industri kerajinan
skala besar yang diharuskan membayar biaya sewa gedung dan gaji sejumlah besar
karyawan sehingga harus selalu mampu menjual sekian kontainer kerajinan untuk
menutup biaya operasional bulanannya saja.
Ø Kelemahan UKM
Ukuran usaha kecil menengah selain memiliki kelebihan juga
mengandung kekurangan yang membuat pengelolanya mengalami kesulitan dalam
menjalankan tugasnya. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha
kecil menengah antara lain:
1.
Sempitnya Waktu untuk Melengkapi Kebutuhan
Sebab sedikitnya jumlah pengambil
keputusan dalam usaha kecil menengah, mereka kerap terpaksa harus
pontang-panting berusaha memenuhi kebutuhan pokok bisnisnya, yakni: produksi,
sales, dan marketing. Hal ini bisa mengakibatkan tekanan
jadwal yang besar, membuat mereka tidak bisa fokus menyelesaikan permasalahan
satu persatu.
Tekanan semacam ini bisa muncul tiba-tiba
ketika bisnis mereka memperoleh order dalam jumlah yang besar, atau beberapa
order yang masuk dalam waktu hampir bersamaan. Lebih dahsyat lagi jika suatu
ketika ada lembaga bisnis besar yang merasa terancam dan mulai melancarkan
serangan yang tidak fair demi menyingkirkan pesaing potensialnya.
2.
Kontrol Ketat atas Anggaran dan Pembiayaan
Usaha skala kecil umumnya memiliki anggaran
yang kecil. Akibatnya, ia kerap kali dipaksakan membagi-bagi dana untuk
membiayai berbagai kebutuhan seefisien mungkin. Ketidakmampuan untuk
mengumpulkan modal yang lebih besar juga memaksa usaha kecil menengah
menjalankan kebijakan penghematan yang ketat, terutama untuk mencegah
kekurangan pembiayaan operasional sekecil apapun. Kekurangan pembiayaan
operasional yang tidak dicegah bisa mengakibatkan kebangkrutan, sebab kapasitas
UKM untuk membayar hutang biasanya hampir tidak ada.
3.
Kurangnya Tenaga Ahli
Usaha kecil menengah biasanya tidak mampu
membayar jasa tenaga ahli untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Hal ini
merupakan kelemahan usaha kecil menengah yang sangat serius. Apalagi jika
dibandingkan dengan lembaga bisnis besar yang mampu mempekerjakan banyak tenaga
ahli. Kualitas produk barang atau jasa yang bisa dihasilkan tanpa tenaga ahli
sangat mungkin berada di bawah standar tertentu. Akibatnya, kemampuan
persaingan bisnis skala kecil ini di pasar yang luas bisa sangat kecil.
4. Implikasi Otonomi
Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk
dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
Upaya – upaya yang
dapat ditempuh dalam menyelesaikan
permasalahan UKM di Indonesia :
1.
Menciptakan
iklim yang usaha yang kondusif
Pemerintah perlu
mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan
ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan
usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas
skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk
membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial
formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana
modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain:
BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama
jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus
mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun
peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win
solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan
yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam
negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam
usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis
yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing
dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu
meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen,
administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya.
Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di
lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat
proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam
upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga
diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
7. Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha
bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi
berkembang bagi UKM tersebut.
D.
Pembahasan
Peranan UKM di Indonesia
Dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang
mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya
berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor
tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang
diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua
departemen. 1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 2. Departemen Koperasi
dan UKM, namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum
memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil
dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan
kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang
dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya
sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada 3 pengusaha besar hampir
disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan
industri.
Dalam menghadapi persaingan yang
semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar didalam negeri, merupakan
ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar
dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UKM saat ini
dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian
rakyat, maka kemandirian UKM dapat tercapai dimasa mendatang. Dengan
berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara
keseluruhan.
Kegiatan UKM
meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil
yang bergerak disektor pertanian. Pada tahun 1996 data Biro Pusat Statistik
menunjukkan jumlah UKM = 38,9 juta, dimana sektor pertanian berjumlah 22,5 juta
(57,9%), sektor industri pengolahan = 2,7 juga (6,9 %), sektor perdagangan,
rumah makan dan hotel = 9,5 juta (24%) dan sisanya bergerak dibidang lain. Dari
segi nilai ekspor nasional (BPS, 1998). Nilai ini jauh tertinggal bila
dibandingkan ekspor usaha kecil negara-negara lain, seperti Taiwan (65 %), Cina
50 %), Vietnam (20 %), Hongkong (17 %), dan Singapura (17 %). Oleh karena itu,
perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti antara lain:
perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan.
Posisi Industri Kecil di Indonesia
Usaha skala
kecil di Indonesia adalah merupakan subyek diskusi dan menjadi perhatian
pemerintah karena perusahaan kecil tersebut menyebar dimana-mana, dan dapat
memberi kesempatan kerja yang potensial. Para ahli ekonomi sudah lama menyadari
bahwa sektor industri kecil sebagai salah satu karakteristik keberhasilan dan
pertumbuhan ekonomi. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai
jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angakatan kerja agi urbanisasi,
dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam perekonomian secara
keseluruhan.
Tabel 2.1 Jumlah Unit Industri Menengah/Besar dan Industri Kecil,
1991-1997
Tahun
|
Industri
Skala
Menengah/Besar
|
Industri
Skala Kecil
|
Jumlah
|
Persen
(%)
|
||
1991
|
16,494
|
0.66
|
2,473,765
|
99.34
|
2,490,256
|
100
|
1992
|
17,648
|
0.71
|
2,474,235
|
99.29
|
2,491,883
|
100
|
1993
|
18,219
|
0.73
|
2,478,549
|
99.27
|
2,496,768
|
100
|
1994
|
19,017
|
0.74
|
2,503,529
|
99.26
|
2,522,305
|
100
|
1995
|
21,551
|
0.80
|
2,641,339
|
99.20
|
2,662,662
|
100
|
1996
|
22,997
|
0.87
|
2,679,130
|
99.13
|
2,702,595
|
100
|
1997
|
23,386
|
0.71
|
3,543,397
|
99.30
|
3,566,783
|
100
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 2.1 menunjukkan 99.3 % dari jumlah unit industri
merupakan industri kecil. Begitu pula Tabel 2.2 memperlihatkan jumlah pekerja
yang diserap industri kecil lebih besar (± 67 %) dibandingkan jumlah tenaga
kerja yang diserap oleh industri skala besar-menengah (± 23%). Oleh karena itu
sudah sepantasnya pemerintah memberikan perhatian khusus dalam pembangunan
ekonomi. Namun demikian, usaha pengembangan yang telah dilakukan masih belum
memuaskan, karena dirasakan keberadaan industri kecil selalu tertinggal
dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh industri besar.
Sesuai
dengan Tabel 2.3 yang memperlihatkan nilai produksi yang dihasilkan industri
skala besar-menengah jauh lebih besar (89,56%) dibandingkan nilai produksi
industri kecil hanya 10,44 %. Industri menengah-besar mengalami kenaikan
persentase nilai produksi setiap tahun dari total nilai produksi nasional.
Tabel
2.2 Tenaga Kerja Industri Menengah/Besar dan Industri Kecil di Indonesia
Year
|
Industri Skala Menengah-Besar
Pekerja
Bagian Pertum-
(orang)
(%) buhan(%)
|
Industri Skala Kecil
Pekerja
Bagian Pertum-
(orang)
(%) buhan (%)
|
Jumlah Pekerja
Pekerja
Bagian
(orang) (%)
|
|||||||
1993
1994
1995
1996
1997
|
3,574,829
3,813.670
4,174,142
4,214,967
4,170,093
|
32.4
33.2
34.2
33.8
33.3
|
7.93
6.68
9.45
0.98
-1.06
|
7,464,011
7,674,687
8.016,397
8,255,747
8,371,327
|
67.6
66.8
65.8
66.2
66.7
|
6.10
2.80
4.45
2.98
1.40
|
11,038,820
11,458357
12,190.539
12,470,714
12,541,420
|
100
100
100
100
100
|
||
UKM pada Masa Krisis (Akhir 1997 –
sampai saat ini)
Krisis yang terjadi di Indonesia sejak
tengah tahun 1997 sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Krisis ini juga telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi
berubah. Usaha besar satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat
secara drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar
rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan juga ikut
terpuruk ikut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Banyak
perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang
tinggi. Berbeda dengan UKM sebagian besar tetap bertahan, bahkan cendrung
bertambah. Mengapa demikian ?
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan
cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :
1. Sebagian besar UKM memperoduksi barang
konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang
rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh
terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat
pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan.
2. Sebagian besar UKM tidak mendapat
modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku
bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah,
maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat
bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan
aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
3. UKM mempunyai modal yang terbatas dan
pasar yang bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat.
Hal ini memungkinkan UKM mudah untuk indah dari usaha yang satu ke usaha lain,
hambatan keluar-masuk tidak ada.
4. Reformasi menghapuskan
hambatan-hambatan di pasar, proteksi industri hulu dihilangkan,UKM mempunyai pilihan lebih
banyak dalam pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi
meningkat. Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka
pengaruhnya tidak terlalu besar.
5.
Dengan
adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak
memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para penganggur tersebut memasuki sektor
informal, melakukan kegiatan usaha yang umumnya berskala kecil, akibatnya
jumlah UKM meningkat.
Pada
masa krisis ekonomi yang berkepanjangan, UKM dapat bertahan dan mempunyai
potensi untuk berkembang. Dengan demikian UKM dapat dijadikan andalan untuk
masa yang akan datang dan harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang
kondusif, serta persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan
UKM harus dihilangkan. Konstitusi kebijakan ekonomi Pemerintah harus
menempatkan UKM sebagai prioritas utama dalam pemulihan ekonomi, untuk membuka
kesempatan kerja dan mengurangi jumlah pengangguran.
Pembinaan
UKM
Bagian dari tulisan ini akan dimulai
dengan mengajukan sebuah pertanyaan menarik yakni : bagaimana caranya melakukan
pembinaan dan pengembangan terhadap UKM dalam konteks pasar bebas dan terbuka?
jika diteliti lebih rinci ternyata UKM itu tidak homogin. Pandangan umum bahwa
UKM itu memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship (kewiraswastaan) adalah
kurang tepat. Ada sub kelompok UKM yang memiliki sifat entrepreneurship tetapi
ada pula yang tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan kriteria entrepreneurship
maka kita dapat membagi UKM dalam empat bagian, yakni :
1. Livelihood
Activities : UKM yang
masuk kategori ini pada umumnya bertujuan mencari kesempatan kerja untuk
mencari nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak memiliki jiwa
entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal. Di Indonesia
jumlah UKM kategori ini adalah yang terbesar.
2. Micro
enterprise : UKM ini
lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan tidak bersifat entrepreneurship
(kewiraswastaan). Jumlah UKM ini di Indonesia juga relatif besar.
3. Small Dynamic Enterprises : UKM ini yang sering memiliki jiwa entrepreneurship.
Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang tadinya berasal dari
kategori ini. Kalau dibina dengan baik maka sebagian dari UKM kategori ini akan
masuk ke kategori empat. Jumlah kelompok UKM ini jauh lebih kecil dari jumlah
UKM yang masuk kategori satu dan dua. Kelompok UKM ini sudah bisa menerima
pekerjaan sub-kontrak dan ekspor.
4. Fast Moving Enterprises : ini adalah UKM tulen yang memilki
jiwa entrepreneurship yang sejati. Dari kelompok ini kemudian akan
muncul usaha skala menengah dan besar. Kelompok ini jumlahnya juga lebih sedikit
dari UKM kategori satu dan dua.
6. Kesimpulan
Prospek
bisnis UKM di Indonesia masih menghadapi ujian berat, walaupun dari sisi
potensi jumlah dan kemampuan menyerap tenaga kerja, UKM memiliki keunggulan
mutlak. Ujian berat yang dihadapi UKM masih berkutat dalam hal peningkatan
kemampuan internalnya sendiri, maupun juga permasalahan eksternal lainnya.
Kondisi UKM yang belum baik ini, jika tidak diperbaiki segera akan menjadi
bertambah terpuruk dengan adanya perdagangan be bas dan otonomi daerah. Oleh karena
itu, untuk mengatasi kemelut yang dihadapi UKM, maka tidak lain kebijakan yang
mendorong langsung perkembangan UKM pada masa kini dan di masa datang sangat
diperlukan. Kebijakan langsung dimaksud bukan hanya dalam hal penyediaan
faktor-faktor produksi dan lingkungan bisnis yang sangat diperlukan UKM,
melainkan juga (bila diperlukan) kebijakan proteksi terhadap UKM tertentu.
Kebijakan proteksi ini jangan ditafsirkan bahwa kita harus segera menghentikan
komitmen kita terhadap semangat liberalisasi dan globalisasi yang telah kita
setujui, namun lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk menseleksi
kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih harus dilindungi, terutama UKM yang baru
tumbuh (infant industries) maupun UKM yang mempunyai keterkaitan dengan rakyat
kebanyakan. Ini karena bila tidak dilindungi, maka UKM dalam kelompok ini akan
tergilas dengan adanya perdagangan bebas. Singkat kata, prospek bisnis UKM kini
dan mendatang dalam menghadapi perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat
tergantung tidak hanya pada upaya kita dalam meningkatkan daya saing UKM,
melainkan juga pada komitmen nasional untuk secara serius mengembangkan
kegiatan usaha ini. Tanpa ini semua, perdagangan bebas dan otonomi daerah hanya
akan menjadi malapetaka dahsyat bagi kelangsungan pembangunan Indonesia kini
dan mendatang.
Daftar
Pustaka
menengah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar