Sistem
Pendidikan Indonesia Terhadap Tingkat Pengangguran
A.
Abstrak
Negara
indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Sayangnya,
kekayaan tersebut tidak didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas sehingga sering kali istilah
menjadi budak dinegeri sendiri sudah sangat membudaya. Dalam kenyataan yang
sedang kita hadapi sekarang ini memang mengatakan demikian. Faktor penyebabnya
yaitu diantaranya adalah tinggkat pendidikan yang rendah sehingga kualitas
SDMnya pun rendah. Hal ini semakin meningkatkan tinggkat pengangguran yang ada
di Negara kita ini.
Berdasarkan
data dari BPS sebanyak 32% dari 2.381.841 jumlah lowongan kerja yang terdaftar
ternyata tidak dapat terisi oleh para pencari kerja. Hal ini tentunya karena
kualifikasi yang diharapkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata
lain kualitas SDM sangat rendah dan tidak sesuai. Melihat kondisi yang sangat
memprihatinkan ini seharusnya pemerintah mampu mengambil langkah yang lebih
bijak sehingga masalah penggangguran ini dapat diminimalisir dengan baik.
Apabila masalah ini tidak segera dituntaskan maka dampaknya akan meluas,
Selain akan menjadi beban keluarga
pengangguran juga menjadi beban pemerintah. Pengangguran juga akan mempengaruhi
tingkat Pendapatan nasional suatu Negara. Hal ini tentu akan sangat
mempengaruhi tingkat produktivitas dalam suatu Negara.
B. Pendahuluan
Saat
ini, tingkat pengangguran di Indonesia di antara Negara-negara Asociation of
South Asean Nation (ASEAN) paling tinggi. Banyak sarjana di Indonesia berstatus
pengangguran, akibat belum tertampung oleh lapangan kerja yang ada. Fenomena
ini tidak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang mengutamakan aspek
kepintaran teoritis verbalis dengan mengesampingkan kreativitas dan kekaryaan.
Di era yang sarat dengan persaingan ini yang dibutuhkan bukan sebatas epintaran
saja, melainkan daya inisiatif, kreativitas, dan jiwa-jiwa intrepreneur yang
cerdas dan ulet. Pada umumnya para sarjana Indonesia termasuk masih takut dan
rendah diri ketika menghadapi percaturan kehidupan yang selalu dinamis dan
penuh dengan persaingan. Hal ini seharusnya tidak terjadi manakala sekolah,
perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lain yang memiliki program yang
cerdas, kontekstual, realistis, dan terprogram dengan baik. Dengan kekayaan
alam yang melimpah dan penduduk yang besar, seharusnya menjadi potensi untuk
dikembangkan oleh generasi terpelajar produk pendidikan Tidaklah terlalu salah
bahwa jika sistem pendidikan kita terlalu menonjolkan persaingan dan
rangkingisasi akan melahirkan pribadi – pribadi individualistis yang rendah
kepekaan sosialnya. Semua berlomba ingin menduduki ranking teratas. Semua ingin
menjadi pemenang dan harus mengalahkan yang lain. Fenomena ini hamper terjadi
di semua tingkatan pendidikan. Kebijakan link and match dalam pendidikan kita
yang berorientasi pada pekerjaan dan perusahaan, selayaknya direkonstruksi menjadi
membangun individu yang mandiri yang mampu mengelola sumber daya yang ada
sehingga ketika keluar dari sekolah sudah siap untuk membangun. Generasi kita
tidak tercerabut dari kearifan lokalnya, dan barisan kaum urban terpelajar yang
menumpuk di perkotaan serta banyak menimbulkan masalah tidak akan terjadi. Banyak
generasi terpelajar yang menganggur memperlihatkan adanya ketidaktepatan dalam
proses pembelajaran di lembaga pendidikan kita di semua strata. Semestinya perguruan
tinggi mempunyai peran penting dalam mengelola sumber daya manusia yang
terampil, tangguh, mandiri, berwawasan luas, dan beretika. Perguruan tinggi seharusnya
juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menyediakan teknologi dengan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
Sejarah mengajarkan
bahwa pemuda selalu berperan dalam menentukan arah
masa depan bangsa di saat mengalami kritis. Dewasa ini
sekalipun pemuda berada
dalam kungkungan masalah yang kompleks, namun masih
berpotensi memecahkan
masalahnya sendiri. Termasuk memiliki kapasitas dalam
membantu perbaikan
kesejahteraan warga, khususnya di pedesaan yang mengalami
tantangan globalisasi
dan perubahan lingkungan. Tingginya persentase penganggur
terdidik dan rendahnya
sumberdaya manusia dari para aktor pembangunan pedesaan
serta masih belum
optimalnya pengelolaan sumberdaya, baik alam maupun
pemerintah desa,
membutuhkan pemuda terdidik untuk meretas
situasi ini. Pertumbuhan pembangunan di wilayah pedesaan sejauh ini nampak
lambat dan bersifat alami. Investasi
pembangunan yang dicerminkan melalui aktivitas proyek –
proyek, baik
pemerintahan maupun swasta nyaris kurang memberikan
dampak signifikan terhadap
perubahan sosial ekonomi masyarakat.Hal ini
juga dikarenakan di pedesaan tingkat pendidikan masyarakat desamasih rendah.
Seperti yang ada di desa saya rata-rata pendidikan mereka hanyasampai SMP saja.
Sangat sedikit pemuda desa itu melanjutkan pendidikan mereka sampai ke
perguruan tinggi. Sehingga ilmu pengetahuan mereka sangat kurang, keterampilan
merekapun menjadi kurang terasah. Kebanyakan pemuda desa tersebut menganggur
tidak mempunyai pekerjaan tetap. Dengan keterampilan seadanya mereka bekerja
serabutan, terkadang menjadi buruh tani ataupun buruh tukang di proyek dengan
penghasilan yang terbatas. Karenanya tingkat kemiskinan di wilayah perdesaan
masih tinggi.
Yang menjadi persoalan adalah kedudukan desa
selama ini cenderung
hanyalah sebagai obyek dari berbagai pihak untuk
melaksanakan agendanya masing –
masing. Bahkan terkesan kedudukan desa dipandang dalam perspektif
fisik yaitu
sebagai kantor pemerintah desa yang berfungsi untuk
memberikan pelayanan dan
tugas administrasi. Relatif sedikit melihat atau
menempatkan desa sebagai miniatur
Negara, di mana terdapat hubungan yang dinamis antara
rakyat dan pemerintah serta
pasar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Simplifikasi kedudukan desa
tersebut merupakan faktor dari terbatasnya perhatian dan
alokasi sumberdaya yang
diberikan pemerintah untuk mengurangi kesenjangan dan
ketidak-adilan. Kendati secara kuantitatif, cukup banyak aktivitas proyek
pembangunan, namun belum
signifikan menjawab persoalan kemiskinan, pengembangan
aset masyarakat. Bahkan
sebaliknya sumberdaya desa telah dieksploitasi bagi
kepentingan pihak luar.
Misalnya dalam kasus pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya lingkungan. Di
samping rendahnya inovasi atau bahkan ketidaksesuaian
jenis proyek dengan
kebutuhan masyarakat, juga disebabkan faktor terbatasnya
sumberdaya terdidik yang
mendedikasikan diri pada desa .
Implikasinya, desa nyaris tidak ada atau
kurang memilki aset (sumberdaya
alam, kelembagaan, zona ekonomi dan sumberdaya manusia)
yang memungkinkan
untuk memulai dan mengembangkan kreasi dalam menjawab
berbagai masalah dan
tantangan kehidupan yang sangat kompleks, terutama dalam
mengurangi tekanan
kemiskinan dan ketidakadilan di antara warga
maupun antar wilayah. Salah satu masalah yang nampak adalah keterbatasan
sumberdaya manusia yang berkualitas baik
sebagai perencana maupun sebagai penggerak ataupun
pelaksana untuk memacu
perubahan sosial-ekonomi-politik di tingkat pedesaan.
Walaupun selama ini telah ada
personil terdidik yang mendampingi masyarakat, seperti :
petugas penyuluh lapangan
(PPL), baik dari dinas/instansi pemerintah ataupun
Lembaga Sawadaya Masyarakat
(LSM), namun keberadaannya seringkali tidak terkait atau
bersinergi dengan institusi
desa dalam konteks perubahan struktural atas masalah
kesenjangan dan ketidakadilan
antara desa dan kota.
Persoalan di atas memberi
inspirasi bagi semua pihak untuk melakukan pemikiran ulang dalam menjadikan
kaum muda terdidik sebagai aset pembangunan. Dalam kaitan dengan upaya
mendorong, mengembangkan dan meningkatkan kepeloporan pemuda, pemerintah
memfasilitasi potensi pemuda terdidik di pedesaan melalui program Pemuda
Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3). Program PSP-3 ini
dikembangkan dengan tujuan untuk mengakselerasikan pembangunan melalui peran
kepeloporan pemuda dalam berbagai aktivitas kepemudaan yang secara langsung
berpengaruh terhadap dinamisasi kehidupan pemuda desa, mengembangkan potensi
sumberdaya kepemudaan sekaligus meningkatkan kesejahteraan pemuda dan
masyarakat desa. Di samping sebagai upaya menumbuhkembangkan kepeloporan dan
kemandirian para peserta program. Melalui program PSP-3 ini, diharapkan akan
dapat memperteguh komitmen para pemuda sarjana untuk membangun kepemudaan desa
dan menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan yang dapat memperbaiki taraf
kehidupan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Komitmen ini penting
sebagai bagian dalam mengurangi penumpukan SDM berpendidikan tinggi di
perkotaan. Dan pada gilirannya membangkitkan pemuda desa dampingannya melakukan
kegiatan inovasi dan produktif sehingga desa menjadi inspirasi pembaharuan dan
perubahan secara nasional. Para sarjana yang ditempatkan di Desa dalam tugasnya
menggerakkan dan mendampingi masyarakat dan khususnya pemuda, mampu menumbuhkan
beragam kegiatan produktif di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan
lingkungan. Termasuk dalam membantu dan mendampingi aktivitas pemerintah desa
seperti : administrasi kependudukan, pajak bumi dan bangunan, penataan aset
desa dan lainnya.
Dengan adanya program PSP3 masyarakat sangat
terbantu, karena para
sarjana dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk
menggali potensi bakat pemuda
desa, dan menggali sumber daya alam yang ada di desa
tersebut. Kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan oleh pemuda sarjana, diharapkan para
pemuda desa dapat
mengembangkan bakat dan keterampilan mereka untuk dapat
memiliki usaha sendiri/mandiri. Dengan kata lain, pemuda desa dapat menciptakan
lapangan
pekerjaan untuk dirinya sendiri dan juga yang lainnya
dengan memanfaatkan sumber
daya alam yang ada di desa tersebut. Sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan
ekonomi desa menjadi lebih
baik.
C.
Landasan
Teori
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk
orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari
dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan
kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang
ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan
adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan
berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara
membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan
dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi
pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran
yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan
dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat
jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal
istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya
bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Adapun jenis
pengangguran menurut sebab-sebabnya dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Pengangguran
Musiman
Pengangguran musiman
adalah pengangguran yang biasa terjadi pada sektor pertanian, misalnya di musim
paceklik. Di mana banyak petani yang menganggur, karena telah usai masa panen
dan menunggu musim tanam selanjutnya.
b.
Pengangguran Friksional (Peralihan)
Pengangguran
friksional adalah pengangguran yang terjadi karena penawaran tenaga kerja lebih
banyak daripada permintaan tenaga kerja atau tenaga kerja yang sudah bekerja
tetapi menginginkan pindah pekerjaan lain, sehingga belum mendapatkan tempat
pekerjaan yang baru. Kelebihan tersebut menimbulkan adanya pengangguran.
c. Pengangguran
karena Upah Terlalu Tinggi
Pengangguran karena
upah terlalu tinggi artinya pengangguran yang terjadi karena para pekerja atau
pencari kerja menginginkan adanya upah atau gaji terlalu tinggi, sehingga para
pengusaha tidak mampu untuk memenuhi keinginan tersebut. Akan tetapi di
Indonesia saat ini sudah terdapat ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) yang
disesuaikan biaya hidup daerah masing-masing, sehingga antara pekerja dengan
pengusaha sudah terdapat consensus dalam penentuan upahnya.
d. Pengangguran Struktural
Pengangguran
struktural adalah pengangguran yang terjadi karena terdapat perubahan struktur
kehidupan masyarakat, misalnya dari agraris menjadi industri. Oleh sebab itu,
banyak tenaga kerja yang tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan perusahaan.
e. Pengangguran
Voluntary
Pengangguran voluntary
adalah pengangguran yang terjadi karena seseorang yang sebenarnya masih mampu
bekerja tetapi secara sukarela tidak mau bekerja dengan alas an merasa sudah
mempunyai kekayaan yang cukup.
f. Pengangguran
Teknologi
Pengangguran teknologi
adalah pengangguran karena adanya pergantian tenaga manusia dengan tenaga
mesin.
g. Pengangguran Potensial
Pengangguran potensial
(potential underemployment) adalah pengangguran yang terjadi apabila
para pekerja dalam suatu sektor dapat ditarik ke sektor lain tanpa mengurangi
output, hanya harus diikuti perubahan-perubahan fundamental dalam metode
produksi, misalnya perubahan dari tenaga manusia menjadi tenaga mesin
(mekanisasi).
Faktor – faktor Terjadinya Pengangguran di Indonesia
a) Jumlah penduduk besar
Menurut sensus penduduk
tahun 2000 jumlah penduduk Indoonesia 2006, 3 Juta jiwa Jumlah penduduk yang
besar sebisanya di imbangi oleh Kesempatan kerja yang luas Artinya seluruh
penduduk dapat bekerja dan Memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya .
b) Rasio ketergantungan tinggi
Semakin banyak anggota keluarga yang tidak bekerja, semakin besar Beban
tanggungan anggota keluarga yang bekerja. Hal ini tidak menjadi masalah jika
pendapatan angota keluarga yang bekerja cukup banyak. namun, tidak semua
keluarga di Indonesia hidup berkecukupan, dapat menikmati pendapatanyang
tinggi. Angka yang menunjukkan besarnya beban tanggungan dari kelompok usia
produktif disebut rasio ketergantungan (Dependecy ratio).
c) Persebaran penduduk yang tidak merata.
Tinginya kepadatan penduduk
beberapa kota besar di pulau Jawa ini salah satunya karma adanya urbanisasi
yaitu arus perpindahan penduduk dari pedesaan ke daerah perkotaan. Mereka
pindah dengan berbagai alasan, kepadatan penduduk juga menyebabkan munculnya
pemukiman - pemukiman kumuh didaratan sungai dan sepanjang rel kereta api.
Sebaliknya banyak tanah kosong diluar pulau Jawa yang belum di Manfaatkan
secara optimal. Bahkan banyak daerah terpencil yang kekurangan tenaga seperti
guru, petugas kesehatan, dan petugas pemerintahan. Semua itu membutuhkan
kesediaan putra-putra daerah untuk membangun daerahnya sendiri.
d) Terbatasnya
kesempatan kerja
Kesempatan kerja (Employment)
adalah banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja. Semua
anggota masyarakat yang sudah dewasa harus mempereoleh kesempatan kerja dan
bekerja sesuai bakat keahliannya. Kesempatan kerja ini disediakan oleh rumah
tangga, perusahaan, lembaga pemerintah yang memiliki pekerjaan yang belum
dikerjakan. Perusahaan mencari tenagakerja dengan berbagai kualifikasi.
Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung besar kecilnya produksi
perusahaan.
Solusi permasalahan pengangguran di
Indonesia
1. Meningkatkan kualitas sumber daya
manusia
Cara ini dilakukan dengan
memberikan latihan-latihan keterampilan disegala bidang. Jika kualitas SDM meningkat
otomatis akan meningkatkan tingkat produktifitas sehingga tak lagi dijumpai
kesulitan bagi perusahaan maupun lembaga dalam mencari tenaga kerja yang
terampil dan profesional
2. Menciptakan lapangan kerja baru
Pengangguran dapat di atasi
dengan membuka lapangan kerja baru, baik bagi Perusahaan, Negara maupun swasta.
3. Menumbuh kembangkan usaha
wiraswasta
Penduduk yang masih menganggur
diharapkan dapat mendiri dengan cara berwiraswasta tentunya dengan terlebih
dahulu mengikuti latihan, pendidikan, dan lokarnya mengenai wiraswasta. Dengan
banyaknya penduduk yang berwiraswasta akan mengurangi jumlah pengangguran.
4.
Pemerintah berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonimi dengan pertumbuhan
yang baik, kegiatan ekonomi akan
meningkat dan dapat menyerap tenaga kerja yang masih menganggur.
5.
Pendirian
tempat latihan kerja,seperti Balai Latihan Kerja (BLK)
6.
Mengembangkan
Usaha Informasi dan Usaha Kecil
7.
Mengembangkan
Usaha Informasi dan Usaha Kecil
8.
Pengiriman Tenaga Kerja Ke Luar
Negeri
9.
Mengadakan Transmigrasi (Untuk
meratakan penduduk)
D.
Pembahasan
Saat
ini, walaupun pertumbuhan Indonesia rata-rata berada di Kisaran 5%-6% persen,
tetapi kondisi tersebut tidak akan maksimal untuk menurunkan tingkat
pengangguran, khususnya pengangguran usia muda. Menurut Boediono setidaknya
dibutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen-8 persen. Pertumbuhan sebesar
itu pernah dicapai Indonesia sebelum krisis moneter pecah tahun 1997. Tetapi,
setelah itu dan hingga saat ini, pertumbuhan sebesar itu tidak dapat sentuh
lagi. Selain itu, investasi pemerintah khususnya untuk infrastruktur juga
cenderung rendah dan stagnan. Praktis pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini
diletakkan pada komsumsi dan investasi sektor swasta. Pertumbuhan belanja
(investasi) pemerintah relatif stagnan.
Di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran
terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga
kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang. Angka pengangguran terbuka di
Indonesia masih mencapai 8,12 juta jiwa. Angka tersebut belum termasuk dalam
pengangguran setengah terbuka, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 30 jam per
minggu. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, harus diatasi dengan
menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang unggul. Salah
satunya yaitu dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkompetensi unggul.
Selama ini, dalam kegiatan bursa kerja, biasanya lowongan hanya terisi sekitar
50 persen. Hal itu terjadi, karena kompetensi yang disyaratkan perusahaan
pencari tenaga kerja tidak mampu dipenuhi oleh para tenaga kerja. Oleh karena
itu tenaga kerja harus disiapkan dengan baik. Sementara itu di Jawa Tengah,
hingga 2010, angka pengangguran masih mencapai 1,046 juta jiwa. Angka tersebut
turun sebesar 16,04 persen, bila dibandingkan jumlah pengangguran pada 2009,
sebanyak 1,252 juta jiwa
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain. Melemahnya pasar internasional akibat krisis ekonomi global telah berdampak pada sektor riil Indonesia terutama industri yang berorientasi ekspor yang banyak menyerap tenaga kerja, seperti industri garmen, sepatu, elektronik, pertambangan industri kayu, minyak kelapa sawit mentah (GPO), dan karet. Dewasa ini sektor industri nasional tidak hanya menghadapi masalah penurunan harga jual dan permintaan, tetapi juga menghadapi masalah peningkatan biaya bahan baku khususnya impor akibat merosotnya kurs rupiah, sehingga tidak ada pilihan bagi industri nasional selain mengurangi volume produksi yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja baik dengan melakukan PHK maupun merumahkan sementara karyawan.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain. Melemahnya pasar internasional akibat krisis ekonomi global telah berdampak pada sektor riil Indonesia terutama industri yang berorientasi ekspor yang banyak menyerap tenaga kerja, seperti industri garmen, sepatu, elektronik, pertambangan industri kayu, minyak kelapa sawit mentah (GPO), dan karet. Dewasa ini sektor industri nasional tidak hanya menghadapi masalah penurunan harga jual dan permintaan, tetapi juga menghadapi masalah peningkatan biaya bahan baku khususnya impor akibat merosotnya kurs rupiah, sehingga tidak ada pilihan bagi industri nasional selain mengurangi volume produksi yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja baik dengan melakukan PHK maupun merumahkan sementara karyawan.
Menurut
data BPS, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sampai Februari 2012
mencapai 6,32 persen (7,2 juta orang), turun dibandingkan Februari 2011 sebesar
6,8 persen. Sekitar 50 persen lebih (4,2 juta orang) dari total pengangguran
terbuka tersebut diisi oleh usia muda. Persentase pengangguran usia muda
Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata persentase
pengangguran muda di Asia Tenggara dan dunia. Tahun 2009 saja, persentase
pengangguran muda di Indonesia mencapai 22,2 persen, sementara rata-rata
pengangguran usia muda di Asia Pasifik hanya 13,9 persen dan dunia 12,8 persen.
Kondisi pengangguran usia muda di Indonesia kian memprihatinkan karena sudah mengenai lulusan pendidikan tinggi, dimana tren juga cenderung menunjukkan peningkatan. Data BPS menunjukkan pengangguran lulusan pendidikan tinggi berkontribusi sebesar 20 persen terhadap total pengangguran terbuka. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan bahwa masih besar mismatch antara supply lulusan pendidikan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kondisi tentu perlu mendapat perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada.
Kondisi pengangguran usia muda di Indonesia kian memprihatinkan karena sudah mengenai lulusan pendidikan tinggi, dimana tren juga cenderung menunjukkan peningkatan. Data BPS menunjukkan pengangguran lulusan pendidikan tinggi berkontribusi sebesar 20 persen terhadap total pengangguran terbuka. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan bahwa masih besar mismatch antara supply lulusan pendidikan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kondisi tentu perlu mendapat perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada.
Fenomena
Global Permasalahan pengangguran usia muda bukan hanya menjadi masalah
Indonesia, tetapi memang sudah jadi fenomena global, khususnya setelah krisis
keuangan tahun 2008 yang pecah di AS. Krisis tersebut memberikan efek domino
bagi ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi global turun cukup dalam dan mendorong
pemutusan hubungan kerja (PHK) khususnya di AS dan kawasan Uni Eropa.
Krisis
keuangan global tersebut bahkan masih membuat ekonomi AS belum pulih secara
total. Ekonomi masih melambat dan tingkat pengangguran masih tinggi di level 8
persen, dimana penganggur usia muda yang biasa dijuluki booemerang mencapai 18
persen-22 persen. Kondisi yang sama juga terjadi di Uni Eropa dengan tingkat
pengangguran mencapai 9 persen-10 persen, dimana pengangguran usia muda
mencapai 21 persen-22 persen. Bahkan, beberapa di zona euro, seperti Yunani dan
Spanyol tingkat penganggurannya mencapai di atas 20 persen. Kondisi ini tentu
akan sangat membahayakan stabilitas ekonomi dan politik jika tidak ada solusi.
Inggris yang dikenal dengan kekuatan ekonominya juga mengalami tren
pengangguran usia muda yang tinggi.
Namun,
fenomena pengangguran usia muda yang paling tinggi justru terjadi di Timur
Tengah (middle east) dan Afrika Utara, dimana menurut data International Labour
Organization (ILO) tahun 2010, tingkat pengangguran usia muda di Timur Tengah
dan Afrika Utara hampir mencapai 24 persen. Turunnya sejumlah pemimpin diktator
di kedua kawasan ini tahun lalu yang dimulai dari revolusi Jasmin di Tunisia
dan jadi efek domino ke kawasan lainnya, merupakan dampak langsung dari tingginya
tingkat pengangguran usia muda. Para penganggur usia muda ini sangat frustasi
dan akhirnya melakukan demonstrasi menuntut pemerintah turun.
Solusi
harus dicari pemerintah harus sekuat tenaga mendorong penurunan pengangguran
usia muda, ditengah keterbatasan kapasitas ekonomi. Pemerintah harus
menempatkan generasi muda sebagai aset yang berharga bagi modal pembangunan
ekonomi. Masih munculnya penyakit sosial yang muncul dari generasi muda, bukan
tidak mungkin terjadi karena pemerintah gagal memberikan lapangan pekerjaan
bagi mereka.
Pengangguran
saat ini menjadi aspek yang sangat
penting dalam perekonomian di Indonesia. Bukan dalam segi yang positif, tetapi
menjadi satu hal yang berat dalam kemajuan ekonomi. Khususnya dalam pembangunan
nasional. Walaupun mempunyai kuantitas SDM yang banyak dan jaminan dalam UUD.
Para penganggur tetap saja berstatus tak bekerja, banyak faktor yang
menyebabkan hal itu. Bisa saja dari segi kualitas yang kurang, ketidak cocokan
dengan pekerjaan yang ada, pergantian musim, atau memang pola pikir yang
membuat para angkatan kerja menunda untuk sementara kegiatan bekerja. Semua hal
tadi bisa saja menjadi alasan logis seseorang menganggur.
Dampak dari menganggur ternyata mempunyai andil yang cukup besar dalam kemajuan suatu negara. Pendapatan nasional menjadi hal yang dipengaruhi, dikarenakan besarnya upah yang berputar dalam dunia pekerjaan menjadi aspek dalam pendapatan nasional. Tidak berhenti disitu, efek pendapatan nasional tadi berpengaruh kepada pendapatan per kapita yang menggambarkan bagaimana kondisi kesejahteraan perekonomian suatu negara. Dari segi individual pun, pengangguran mempengaruhi kondisi logis seseorang. Dan semakin dilengkapi dengan bengkaknya pengeluaran dalam bidang sosial.
Lalu, pertanyaan klasiknya adalah. Bagaimana mengatasi pengangguran?
Penambahan kualitas sumber daya manusia menjadi hal pokok, ditambah dengan memperluas lapangan pekerjaan tentunya. Selain itu mempertemukan dua aspek utama yaitu si pekerja dengan bidang pekerjaannya pun adalah sesuatu hal yang dapat dilakukan untuk menekan angka pengangguran.
Dampak dari menganggur ternyata mempunyai andil yang cukup besar dalam kemajuan suatu negara. Pendapatan nasional menjadi hal yang dipengaruhi, dikarenakan besarnya upah yang berputar dalam dunia pekerjaan menjadi aspek dalam pendapatan nasional. Tidak berhenti disitu, efek pendapatan nasional tadi berpengaruh kepada pendapatan per kapita yang menggambarkan bagaimana kondisi kesejahteraan perekonomian suatu negara. Dari segi individual pun, pengangguran mempengaruhi kondisi logis seseorang. Dan semakin dilengkapi dengan bengkaknya pengeluaran dalam bidang sosial.
Lalu, pertanyaan klasiknya adalah. Bagaimana mengatasi pengangguran?
Penambahan kualitas sumber daya manusia menjadi hal pokok, ditambah dengan memperluas lapangan pekerjaan tentunya. Selain itu mempertemukan dua aspek utama yaitu si pekerja dengan bidang pekerjaannya pun adalah sesuatu hal yang dapat dilakukan untuk menekan angka pengangguran.
E.
Kesimpulan
Masalah
penggangguran yang ada di Indonesia timbul dari beberapa faktor seperti tingkat jumlah penduduk yang kian meningkat,
kemiskinan yang melanda di Indonesia sampa minimnya tingkat pendidikan yang ada
di Indonesia.
Semakin
bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia diakibatkan karena sedikitnya
lapangan pekerjaan. Pengangguran juga lambat laun akan berakibat buruk bagi
tatanan kehidupan sosial, pengangguran juga dapat menimbulkan tindak
kriminalitas yang membahayakan seluruh masyarakat Indoinesia. Pengangguran juga
menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat menurun. sebaiknya
pemerintah mencari solusi agar dapat mengurangi dampak dari hal tersebut.
Mungkin program-program penangulangan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak
dapat berlangsung dalam waktu singkat. Butuh proses panjang dalam melaksanakan
hal-hal tersebut. Terlebih lagi kesadaran masyarakat dalam turut serta
membangun perekonomian di Indonesia.
Daftar
Pustaka
http://lathifahanun.blogspot.com/2012/09/makalah-pengangguran.html
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/03/28/308728/265/114/Pengangguran-Indonesia-Tertinggi-di-Asia-Pasifik
nice post gan, numpang nyampah yaak.
BalasHapushttp://serbah-serbih.blogspot.com/
visit back kalo gak keberatan, thx :)