Senin, 09 Juni 2014

Bab 12 Perlindungan Konsumen



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Saat ini ada saja para produsen yang tidak mementingkan kesehatan dan keselamatan konsumennya karena sering kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak produsen kepada pihak konsumen. Beberapa conohnya seperti, masih banyak ditemukan  makanan danminuman kadaluarsa yang terdapat dalam parcel-parcel. Produk susu China yangmengandung melamin juga sempat menggemparkan masyarakat Indonesia danChina. Zat melamin memang akan meningkatkan kandungan protein jikadicampurkan dengan susu, namun hal ini tidak menguntungkan konsumen tapi malah merugikan produsen karena banyak bayi yang mengalami penyakit – penyakit sepertigagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meniggal dunia setelahmengkonsumsi susu yang mengandung zat melamin ini.
Dari kedua contoh diatas kita dapat mengetahui bahwa konsumen lah yangmenjadi pihak yang dirugikan. Hal tersebut disebabkan mingkin karena kurangnya pengawasan dari pihak pemerintah, polisi dan dinas-dinas terkait setempat. Eksistensikonsumen tidak sepenuhnya dihargai oleh pihak produsen karena tujuan utama dari produsen adalah memperoleh untung sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek  bukan jangka panjang.Oleh karena itu saya menyusun makalah ini yang berisi tentang eksistensi hukum perlindungan konsumen dalam dunia usaha.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini , yaitu :
  1. Apa yang dimaksud dengan konsumen ?
  2. Apa saja azas dan tujuan dari perlindungan konsumen ?
  3. Apa saja hak dan kewajiban konsumen ?
  4. Apa saja hak dan kewajiban pelaku usaha ?
  5. Apa saja perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha ?
  6. Apa yang dimaksud dengan klausula baku dalam perjanjian ?
  7. Apa sajakah tanggung jawab pelaku usaha terhadap para konsumennya ?
  8. Apa saja sanksi – sanksi yang dapat dikenakan kepada pihak produsen jika pihak konsumen merasa dirugikan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KONSUMEN
        
        Konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.
        Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
B.     Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
  1. Asas manfaat
    Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
  2. Asas keadilan
    Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
  3. Asas keseimbangan
    Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
  4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
    Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
  5. Asas kepastian hukum
    Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
Sedangkan Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
  6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
C.    Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
D.    Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
  1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
  3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
  4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
  1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
E.     Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

            Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .
1.      larangan dalam memproduksi / memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
·         tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ;
·         tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
·          tidak sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
·         tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
·          tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
·         tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
·         tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto

2.      larangan dalam menawarkan / memproduksi
pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah.
·         barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu.
·         Barang tersebut dalam keadaan baik/baru;
·          Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu.
·         Dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi.
·         Barang atau jasa tersebut tersedia.
·         Tidak mengandung cacat tersembunyi.
·          Kelengkapan dari barang tertentu.
·         Berasal dari daerah tertentu.
·         Secara langsun g atau tidak merendahkan barang atau jasa lain.
·         Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
·         Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

3.       larangan dalam penjualan secara obral / lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
·         menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
·         Tidak mengandung cacat tersembunyi.
·         Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
·         Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.

4.      larangan dalam periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya :
·         mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
·         Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.
·         Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
·         Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.
·         Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
·         Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
F.     Klausula Baku dalam Perjanjian
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.
Klausula Baku dilarang menurut undang-undang
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan sebagai berikut :
  1. Pengalihan tanggungjawab dari pelaku usaha kepada konsumen;
  2. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
  3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
  4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
  7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
  8. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
Contoh Klusula Baku yang dilarang Undang-Undang
  • Formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa : “ Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka 
  • Kwitansi atau / faktur pembelian barang, yang menyatakan :
o    "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan"
o    "Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan" ;
Contoh Klusula Baku yang BATAL DEMI HUKUM
  • Setiap transaksi jual beli barang dan atau jasa yang mencantumkan Klausula Baku yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku;
  • Konsumen dapat menggugat pelaku usaha yang mencantumkan Klausula Baku yang dilarang dan pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana denda atau pidana penjara;
  • Pencantuman Klusula Baku yang benar adalah yang tidak mengandung 8 unsur atau pernyataan yang dilarang dalam Undang-Undang, bentuk dan pencantumannya mudah terlihat dan dipahami;
G.    Tanggung Jawab Pelaku Usaha
       Pasal 19
  1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsuumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
  2. Gani rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa sejenis setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau jasa yang sejenis atau setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Pergantian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
  4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan kesalahan.
  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. 
H.    Sanksi-Sanksi Jika Produsen Merugikan Konsumen
Sanksi bagi pelaku usaha menurt UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sanksi perdata ganti rugi dalam bentuk :
  1. Pengembalian uang
  2. Penggantian uang
  3. Perawatan kesehatan
  4. Pemberian santunan ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
  • Sanksi administrasi ganti rugi dalam bentuk :
Maksimal Rp. 200.000.000, melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3), 20,25 sanksi pidana, kurungan :
  1. Penjara 5 tahun denda Rp. 2.000.000.000, pasal 8,9,10,13 ayat (2),15,17 ayat (1) huruf a, b, c, dan edan pasal 182.
  2. Penjara 2 tahun denda Rp. 5.000.000.000, pasal 11,12,13,ayat (1),14,16,17 ayat (1) huruf d dan f ketentuan piidana lain (diluar UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen)
  • Jika konsumen luka berat, cacat berat, sakit berat, atau kematian dikenakan 11 hukuman tambahan antara lain :
  1. Pengumuman keputusan hakim
  2. Pencabutan izin usaha
  3. Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
  4. Wajib menarik dari peredaran barang atau jasa.
  5. Hasil pengawasan diisebarluaskan kepada masyarakat.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.
Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta  pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka dirugikan karena kesalahan yang diakibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh pemerintah. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen atas meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang / jasa Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum.

Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Konsumen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar