Penyelesaian Sengketa Ekonomi
BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Saat
membicarakan hukum dan institusi negara yang melaksanakan hukum, maka kita
kerap mengaitkannya dengan wacana tentang “keadilan formal” (formal justice)
yang dijalankan dan dihasilkan oleh hukum maupun proses hukum yang juga formal.
Mengapa dikatakan “formal”, mengingat proses hukum yang dilaksanakan oleh
institusi negara di bidang hukum itu didasarkan pada hukum yang tertulis dan
terkodifikasikan, dilakukan oleh aparat resmi negara yang diberi kewenangan,
serta membutuhkan proses beracara yang juga standar dan mengabadi.
Namun demikian,
wajah lain dari hukum dan proses hukum yang formal tadi adalah terdapatnya
fakta bahwa keadilan formal tadi, sekurang-kurangnya di Indonesia, ternyata
mahal, berkepanjangan, melelahkan, tidak menyelesaikan masalah dan, yang lebih
parah lagi, penuh dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Salahsatu dari
berbagai masalah yang menjadikan bentuk keadilan ini terlihat problematik
adalah, mengingat terdapatnya dan dilakukannya satu proses yang sama bagi semua
jenis masalah (one for all mechanism). Inilah yang mengakibatkan mulai
berpalingnya banyak pihak guna mencari alternatif penyelesaian atas masalahnya.
Bila dikaitkan
dengan cita-cita mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia guna membentuk
Negara Hukum (recht staat), dan bukan Negara Kekuasaan (macht staat),
maka salahsatu indikator capaiannya adalah terbentuknya kondisi dan kemampuan
warga negara atau masyarakat untuk patuh hukum (citizen who abides the law),
atau bahkan masyarakat yang patuh hukum (law abiding citizen). Dalam
situasi tersebut, proses penegakan hukum tidak seyogyanya sepenuhnya atau
selamanya dilakukan dengan mempergunakan metode keadilan formal, yang salahsatunya
berupa tindakan kepolisian represif dan dilanjutkan dengan proses hukum
litigatif (law enforcement process). Sebagaimana disadari, tindakan
formal litigatif tersebut banyak bergantung pada upaya paksa dan kewenangan
petugas hukum yang melakukannya. Selanjutnya, kalaupun muncul suatu hasil, maka
umumnya akan berakhir dengan situasi “kalah-kalah” (lost-lost) atau
“menang-kalah” (win-lost)
Memang, tidak terlalu tepat untuk mengatakan yang sebaliknya, bahwa dalam
suatu negara kekuasaan atau macht staat tadi, yang cenderung dilakukan adalah
proses penegakan hukum formal via litigasi. Dalam kenyataannya, di
negara-negara seperti itu, kalaupun dilakukan suatu proses penegakan hukum
terhadap suatu perbuatan melanggar hukum, yang sering terjadi adalah suatu
formalitas hukum atau bahkan pengenyampingan hukum sama sekali. Adalah
kooptasi besar-besaran pada elemen-elemen negara bidang hukum itulah (contoh
terjelas adalah terhadap peradilan), sehingga mampu menghasilkan putusan yang
tidak hanya bias dan diskriminatif tetapi justru malah tidak adil.
Dalam konteks kehadiran
masyarakat yang mau untuk patuh pada hukum ataupun yang telah patuh hukum dalam
suatu negara kesatuan tersebut, maka semangat yang muncul dewasa ini adalah juga semangat pengenyampingan untuk tidak mempergunakan proses
penegakan hukum via litigasi tersebut. Namun bedanya adalah, dalam konteks ini,
pengenyampingan dilakukan guna mencapai suatu situasi “menang-menang” (win-win)
antara pihak-pihak terkait, yang diperkirakan juga akan lebih menyembuhkan (healing)
terkait para pihak yang terlibat (khususnya korban), serta lebih resolutif
(sebagai suatu kata bentukan “re-solusi” yang dapat diartikan sebagai
“tercapainya kembali solusi yang sebelumnya tidak lagi diperoleh”). Minimal,
pengakhiran konflik atau sengketa bisa dilakukan tanpa ada pihak yang
kehilangan muka atau elegant solution.
Alternatif
terkait pengenyampingan tersebut adalah, bahwa diperkirakan akan lebih tepat
apabila dalam kondisi, alasan dan atau perbuatan tertentu, bisa dilakukan
mekanisme penyelesaian sengketa alternatif atau alternative dispute
resolutions (selanjutnya disebut dengan ADR).
B.
Rumusan
Masalah
A. Pengertian
Sengketa
B. Cara-cara
Penyelesaian Sengketa
C.
Negosiasi
D. Mediasi
E. Arbitrase
F. Perbandingan
antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sengketa
Dalam
bahasa Indonesia sengketa berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti
adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau
organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Berikut
ini pengertian sengketa menurut beberapa ahli:
a.
Windiarti
“Pertentangan atau konflik yang terjadi antara
individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau
kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat
hukum antara satu dengan yang lain.”
b. Ali
Achmad
“Sengketa
adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya.”
Dari
kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku
pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat
hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara
keduanya.
B.
Cara
– Cara Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian
sengketa ekonomi bertujuan untuk menghentikan pertikaian dan menghindari
kekerasan dan akkibat-akibat yang mungkin akan terjadi akibat dari
persengketaan tersebut.
Menurut
pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara
sebagai berikut:
1. Negosiasi
(perundingan)
penyelesaikan sengketa melalui diskusi formal
tanpa melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry
(penyelidikan)
kegiatan untuk mencari fakta yang dilakukan
oleh pihak ketiga.
3. Good
offices (jasa-jasa baik)
Pihak
ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung
persengketaan yang terjadi diantara mereka.
C.
Negosiasi
Negosiasi adalah suatu cara
yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa melalui diskusi formal yang nantinya
akan melahirkan perjanjian-perjanjian dimana perjanjian tersebut tidak
memberatkan kedua-belah pihak.
Pola Perilaku dalam
Negosiasi
1.
Moving against (pushing): menjelaskan,
menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
2.
Moving with (pulling): memperhatikan,
mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan
interaksi.
3.
Moving away (with drawing): menghindari
konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi
pertanyaan.
4.
Not moving (letting be): mengamati,
memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus,
fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
·
Ketrampilan
Negosiasi
1.
Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian
seperti pihak lain mengamatinya.
2.
Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak
lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah
pendiriannya.
3.
Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri
dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
4.
Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa
sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5.
Cepat memahami latar belakang budaya pihak
lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk
mengurangi kendala.
D. Mediasi
Mediasi adalah metode penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan yang dibantu oleh pihak ketiga yang tidak memiliki
kepentingan sama sekali dengan masalah tersebut untuk mengambil keputusan. maka
tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau
penyelesaian selama proses mediasi berlangsung.,sehingga segala sesuatunya
harus memperoleh persetujuan dari para pihak.Ciri utama proses mediasi adalah
perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau consensus.
·
Prosedur
Untuk Mediasi
1.
Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk
majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk
mediator supaya dilaksanakan mediasi.
2.
Setelah pihak-pihak hadir, majelis
menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang
berperkara tersebut.
3.
Selanjutnya mediator menyarankan kepada
pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai
dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
4.
Mediator bertugas selama 21 hari kalender,
berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada
majelis yang memberikan penetapan
Mediator adalah pihak yang berperan sebagai
penengah dalam memecahkan suatu sengketa.Mediator merupakan pihak yang
netral,tidak memilih antara salah satu pihak. Adapun tugas
sebagai mediator :
1.
Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal
pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2.
Mediator wajib mendorong para pihak untuk
secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3.
Apabila dianggap perlu, mediator dapat
melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
4.
Mediator wajib mendorong para pihak untuk
menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan
penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
E. Arbitrase
Arbitrase
adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak
menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter,
untuk memberikan putusan. Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk
seorang atau beberapa orang arbiter.
·
Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan
secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter
itu sendiri;
·
Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian
perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di
bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
·
Asas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase
bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya
hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah
disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan
dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan
perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para
pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya
formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat
penyelisihan perselisihan.
Dalam
dunia bisnis,banyak pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk
memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang
dihadapi.
F. Perbandingan antara Perundingan,
Arbitrase, dan Ligitasi
Adapun perbandingan antara Perundingan, Arbitrase dan Letigasi
adalah :
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Litigasi
|
Yang mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak formal sesuai dengan rule
|
Sangat formal dan teknis
|
Jangka waktu
|
Segera ( 3-6 minggu )
|
Agak cepat ( 3-6 bulan )
|
Lama ( > 2 tahun )
|
Biaya
|
Murah ( low cost )
|
Terkadang sangat mahal
|
Sangat mahal
|
Aturan pembuktian
|
Tidak perlu
|
Agak informal
|
Sangat formal dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka untuk umum
|
Hubungan para pihak
|
Kooperatif
|
Antagonistis
|
Antagonistis
|
Fokus penyelesaian
|
For the future
|
Masa lalu
|
Masa lalu
|
Metode negosiasi
|
Kompromis
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki yang sudah lalu
|
Jalan buntu
|
Jalan buntu
|
Result
|
win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak dan mencari dalih
|
Suasana emosinal
|
Bebas emosi
|
Emosional
|
Emosi bergejolak
|
BAB
III
Penutup
Kesimpulan
Dari uraian
penjelasan yang sudah ada, saya dapat mengambil kesimpulan yaitu dalam
penyelesaian Sengketa dalam Ekonomi dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantarnya melalui:
·
Negosiasi adalah Suatu bentuk pertemuan antara
dua pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama
mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
·
Mediasi adalah Pihak netral yang
membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan
sebuah penyelesaian.
·
Arbitrase adalah Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu
perkara menurut kebijaksanaan.
Perbedaan
ketiga terletak dari peran mereka dalam menyelesaikan suatu pertikain yang ada.
Negosiasi tidak menggunakan pihak ketiga untuk menyelesaikan suatu pertikaian,
Arbitrase diantara kedua pihak yang bertikai memerlukan pihak ketiga untuk
menyelesaikan permasalahan mereka tetapi peran pihak ketiga ini hanya sebagai
pemberi saran dan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan suatu pertikaian
tersebut. Sedangkan Arbitrase ialah Pihak ketiga yang dibutuhkan antara kedua
pihak yang bertikai dan mempunyai kekuatan hukum yang kuat untuk memutuskan
suatu permasalahan yang ada karena mereka tidak dapat menyelesaikan perikaian
tersebut.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Negosiasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar