Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif dan
sangat esensial dalam dunia usaha.Dengan persaingan, para pelaku usaha akan
berlomba-lomba untuk terus menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi
atas produk yang dihasilkan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari
sisi konsumen, mereka akan mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga
murah dan kualitas terbaik.
Seiring dengan berjalannya usaha para pelaku usaha mungkin
lupa bagaimana bersaing dengan sehat sehingga muncullah persaingan-persaingan
yang tidak sehat dan pada akhirnya timbul praktek monopoli.
Dengan adanya pratek monopoli
pada suatu bidang tertentu, berarti terbuka kesempatan untuk mengeruk
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kantong sendiri. Disini
monopoli diartikan sebagai kekuasaan menentukan harga, kualitas dan kuantitas
produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak pernah diberi
kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu maupun jumlah.
Kalau mau silakan dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain. Itulah citra
kurang baik yang ditimbulkan oleh keserakahan pihak tertentu yang memonopoli
suatu bidang.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian monopoli
2.
Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
3.
Kegiatan yang Dilarang dalam Antimonopoli
4.
Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
5.
Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
6.
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
7.
Sanksi dalam Antimonopoli dan
Persaingan Usaha
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Monopoli
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya
terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah
seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis". Sebagai
penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi
harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin
sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu
pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan
dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan
menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi
(pengganti) produk tersebut.
B.
Asas dan Tujuan
Menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, azas dan tujuan adalah sebagai berikut:
1.
Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.
Mewujudkan iklim
usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha
besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3.
Mencegah praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku
usaha.
4.
Terciptanya
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
C.
Kegiatan
yang dilarang dalam Antimonopoli
Dalam
UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal
24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya
perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak.
Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka
dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak. Adapun
kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1.
Monopoli
Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
2.
Monopsoni
Situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
Situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3.
Penguasaan
pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a.
menolak dan atau menghalangi pelaku usaha
tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan.
b.
menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku
usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya.
c.
membatasi peredaran dan atau penjualan
barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan.
d.
melakukan praktik diskriminasi terhadap
pelaku usaha tertentu.
4.
Persekongkolan
Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5.
Posisi
Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6.
Jabatan
Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
7.
Pemilikan
Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8.
Penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
D.
Perjanjian yang
dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
1.
Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2.
Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a.
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
b.
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang
harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh
pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
c.
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
d.
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
3.
Pembagian
wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4.
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5.
Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6.
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7.
Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8.
Integrasi
vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9.
Perjanjian
tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
E.
Hal-hal yang
Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli
adalah sebagai berikut :
·
Kegiatan-kegiatan
tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
-
Monopoli
-
Monopsoni
-
Penguasaan pasar
-
Persekongkolan
·
Posisi dominan, yang meliputi
:
-
Pencegahan konsumen
untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
-
Pembatasan pasar dan
pengembangan teknologi
-
Menghambat pesaing
untuk bisa masuk pasar
-
Jabatan rangkap
-
Pemilikan saham
-
Merger, akuisisi,
konsolidasi
F.
Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi
amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
G.
Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal
36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU
juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
·
Pasal 48
1.
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai
dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2.
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
3.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang
ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
·
Pasal 49
Dengan menunjuk
ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a.
pencabutan izin usaha; atau
b.
larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan
direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5
(lima) tahun; atau
c.
penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan
pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara
tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks
pidana.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan
antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran
barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999
memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ).
Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan
kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti
Monopoli.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/asas-dan-tujuan-monopoli/
http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/11/perjanjian-yang-dilarang-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/asas-dan-tujuan-monopoli/
http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/11/perjanjian-yang-dilarang-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
Hardjan ruslie. Hukum perjanjian indonesia dan common law.
Cet II. Jakarta : Pustaka sinar Harapan. 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar